HOME

Jumat, 14 Oktober 2011

Mikro

Mikroteknik
MAKALAH

MIKROTEKNIK


Mata Kuliah : Mikroteknik
Dosen : Dr. Ruqiah Ganda Putri Panjaitan



OLEH

RAHMAN PAHWADI
F 051 08 005










PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2011





MIKROTEKNIK

A. PENGERTIAN
Mikroteknik atau teknik histologi merupakan ilmu atau seni mempersiapkan organ, jaringan atau bagian jaringan untuk dapat diamati dan ditelaah. Penelaahan umumnya dilakukan dengan bantuan mikroskop, karena struktur jaringan secara terperinci pada galibnya terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Ruang lingkup yang mencakup materi mikroteknik dapat diperoleh dari sejumlah definisi dan peristilahan yang bisa dipakai, hanya saja sebaiknya kita mencamkan dalam pikiran kita bahwa suatu spesimen mikroteknik dapat merupakan sebagian atau seluruhan dari struktur yang ditetapkan. Selain dilekapkan dengan kaca preparat, spesimen tadi umumnya dilindungi dengan kaca penutup, yaitu sepotong kaca yang sangat tipis ataupun plastik yang tembus pandang yang direkatkan diatas spesimen tersebut (Gunarso, 1989). Sedangkan menurut Amar (2008) Mikroteknik adalah ilmu yang akan mempelajari metode/ prosedur pembuatan preparat mikroskopik.
Mikroteknik merupakan teknik pembuatan sediaan atau preparat secara mikroskopis, tentunya pendekatan teoritis tidaklah memadai untuk memahami secara menyeluruh mengenai Mikroteknik, sebab yang namanya teknik lebih menekankan pemahaman pada wilayah aplikatifnya meskipun pada dasarnya landasan teoritis juga diperlukan dalam rangka memberikan beberapa petunjuk yang harus dilalui agar proses pembuatan sediaan sesuai dengan prosedural kerja dan alasan penggunaan ataupun pemilihan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan Mikroskopis (Zaifbio, 2010)
Organ adalah susunan dari bagian organisme, yang tujuannya melakukan fungsi tertentu ataupun kesatuan yang erat kaitannya. Dengan demikian pembuluh darah adalah organ yang fungsinya membawa atau mengalirkan darah. Hati adalah organ yang mempunyai banyak fungsi, akan tetapi sebagai kesatuan fungsi maka hati ini erat kaitannya dengan pencernaan dan asimilasi makanan (Gunarso, 1989).
Jaringan adalah kumpulan sel yang mempunyai fungsi tertentu yang khas bagi perkembangannya. Sebagai conth jaringan epitelia dapat terdiri dari satu atau beberap lapisan sel yang telah berkembang dan membantuk lapisan penutup, jenis jaringan lainnya, jaringan otot terdiri dari sel-sel yang reka membentuk otot (Gunarso, 1989).
Sel adalah bagian yang merupakan penyusun dasar suatu jaringan, dan pada kenyataannnya merupakan bagian dari semua makhluk hidup. Suatu sel dapat merupakan organisme yang lengkap, ataupun sejumlah sel dapat bergabung membentuk suatu jaringan, kombinasi penyusunnya membentuk orga-organ. Bentu-bentuk kehidupan berderajat tinggi sekalipun dimulai dari satu sel. Bila suatu organisme hanya teridiri dari satu sel, maka dinamakan Organisme Uniseluler. Sedangkan yang terbentuk oleh kumpulan sel-sel yang berbeda fungsinya dinamakan Organisme Multiseluler (Gunarso, 1989).

B. JENIS BAHAN SEDIAAN DAN CARA PENGAMBILAN SPESIMEN
1. Jenis Bahan Sediaan
Setiap organisme hidup ataupun hasil pertumbuhannya merupakan suatu sumber yang penting sebagai bahan mikoteknik. Bakteri serta berbagai jenis organisme uniseluler lainnya dapat termasuk di dalamnya, karena mereka sangat sering dijumpai erat hubungannya baik dengan jenis jaringan yang masih hidup maupun yang telah mati.
Untuk klasifikasi praktis, bahan yang berasal dari hewan atau tumbuh-tumbuhan dapat dibedakan sebagai bahan yang lunak dan keras, normal atau yang bersifat patologis. Suau spesimen mungkin saja berisi campuran jaringan lunak dan keras, sedang bagian darinpadanya dapat normal dan bagian lain justru patologis sifatnya seperti halnya tumor pada tulang. Pada umumnya suatu jaringan lunak dapat diproses untuk pembuatan sayatan tanpa perlakuan khusus guna mengeluarkan atau melunakkan bagian-bagian yang keras. Dari sekian banyak jaringan hewan, maka kelanjar, tulang rawan yang tidak berkalsium, kulit, otot, saraf dan saluran darah adalah contoh-contoh jaringan lunak. Sedangkan tulang gigi, tulang rawan berkalsium, kitin dan berbagai struktur pada kulit seperti sisik, tangkai bulu dan lempengan kapur termasuk jaringan keras.
Jaringan tumbuhan berbeda dengan jaringan hewa dalam satu hal penting, yaitu bahwa setiap sel tumbuhan terbungkus dalam membran yang cukup tangguh yang terutama terdiri dari selulosa. Membran tersebut berasal dari sel, sedang membran sitoplasma yag asli, yang sesuai dengan membran luar pada sel hewan, berada sedikit di sebelah dalamnya (Gunarso, 1989).


2. Cara Pengambilan Spesimen
Spesimen berasal dari hewan maupun tumbuhan besar biasanya dipotong dalam ukuran yag sesuai untuk dipakai pada penyayatan selanjutnya. Untuk keperluan tertentu seringkali diperlukan spesimen berukuran dalam centimeter, namun spesimen dalam ukuran kecil akan memberikan hasil yang lebih baik.
Pada waktu membedah dan memisahkan spesimen dari jaringan.organ dan organisme,hendaknya dilakukan dengan hati-hati untuk menghindarkan terjadinya luka,kerusakan maupun sobekan.pemotongan sebaiknya menggunakan pisau silet bermata satu.jika skalpel yang dipakai,gunakanlah skalpel yang tajam.bila menggunakan gunting untuk memotong, maka tempat pemotongan biasanya terjadi kerusakan yang memerlukan trimming (perautan) sedikit demi sedikit dengan silet (Gunarso, 1989).
a. Spesimen berasal dari hewan
Jaringan hewan dapat diambil dari mahluk tersebut selagi masih dalam keadaan hidup,setelah mengalami pembiusan maupun yang baru saja mati dan segera mungkin dimasukkan larutan fiksatif.organ-organ yang halus sifatnya seperti hatu,jantung,buah pinggang maupun testis tikus atau kelinci dapat secara utuh langsung dimasukkan kedalam larutan fiksatif sebelum dipotong atau disayat dalam ukuran yang sesuai.Untuk usus,bila dikehendaki pemotongan dengan ukuran lebih dari satu sentimeter panjangnya,maka sebaiknya dilakukan penginjeksian larutan fiksatif kedalam lumen usus tersebut agar lapisan mukosa di dalamnya dapat terfiksasi dengan baik.Jenis otot maupun saraf sebaiknya direntang pada waktu fiksasi.Untuk itu,dapat dipakai misalnya batang gelas berbentuk U.tulang vertebrata yang berukuran kecil dapat difiksasi secara utuh,sedang untuk yang berukuran besar,agar dapat mengawetkan sumsum di dalamnya dengan baik,sebaiknya dilakukan pemotongan baik melintang maupun membujur berukuran 5-10 mm terlebih dahulu.cairan fiksatif mengandung formalin atau yang mengandung 5-10 % larutann formalin sudah cukup sesuai untuk memfiksasikan tulang maupun jenis jaringan yang memerlukan proses dekalsifikasi.formalin mempunyai daya penetrasi yang baik dan melindungi bagian-bagian yang lembut terhadap daya kerja cairan pendekalsifikasi yang digunakan (Gunarso, 1989).


b. Spesimen berasal dari tumbuhan
Spesimen tumbuhan yang sedang tumbuh maupun yang sedang dalam proses perkembangannya dapat diperoleh langsung dari rumah kaca,kebun maupun ladang. Botol berisi larutan fiksasi harus dipersiapkan pada waktu pengambilan atau pengumpulan spesimen. Dapat pula tumbuhan atau bahan daripadanya secepatnya disimpan dalam air sebelum dilakukan proses fiksasi. Banyak jenis tumbuhan yang langsung layu begitu dipotong. Untuk hal ini sebaiknya selalu disiapkan cairan fiksatif pada waktu pengumpulan bahan spesimen tersebut (Gunarso, 1989).
c. Jenis jaringan patologis
Penyakit akan menyebabkan terjadinya kelainan pada jaringan.kelainan yang terjado tersebut merupakan hal yang penting pada penelaahan patologis. Baik spesimen hewan maupun tumbuhan umumnya memerlukan penelaahan secara mikroskopis untuk dapat mengidentifikasikan jenis penyakit yang menyebabkan kelainan patologis tadi. tumor dan infeksi merupakan penyebab utama terjadinya kelainan pada jaringan. Tumor pada manusia,hewan maupun tumbuhan umumnya tidak menular pada manusia. Sehingga tidak berbahaya dalam menanganinya. Bagian utama atau tertua sesuatu tumor biasanya merupakan jaringan yang sudah mati atau dalam proses kematian,sehingga bagian tersebut bukan merupakan bagian yang baik untuk menelaah perbedaan pertumbuhan normal dan tidak normal.
Dari embrio hewan dimungkinkan untuk mandapat hasil mikroteknik yang baik. Melalui sayatan melintang embrio tersebut dapat dilakukan penelaahan berbagai jenis jaringan (otot,saraf,epitelia,penghubung) sebagaimana cara yang terdapat pada hewan dewasa. Embrio berukuran kecil dapat difiksasi secara utuh. Embrio mamalia umumnya dikeluarkan dari rahim dan selaput pembungkusnya untuk kemudahan dimasukkan ke dalam cairan fiksatif. Embrio jenis hewan piaraan (babi,kambing dan lain-lain) pada tahap akhir (tahap fetal),akan selalu besar untuk difiksasi secara utuh sehingga memerlukan pemilihan dan penyayatan bagian jaringan yang dikehendaki. embrio tikus dan mencit memungkinkan untuk difiksasi secara utuh baik pada tahap fetal maupun yang baru lahir (Gunarso, 1989).


C. METODA MIKROTEKNIK
Metoda yang secara umum yang digunakan dalam mikroteknik adalah :
1. Sediaan utuh (Whole mounts)
2. Sediaan irisan (sectioning)
3. Sediaan uraian (teasing)
4. Sediaan ulasan (smearing)
Selain itu masih ada pula dikenal beberapa metoda lain seperti :
1. Sediaan rentang (spreading preparation)
2. Sediaan gosok – sediaan remasan (squash)
3. Sediaan supravital

Metoda Sediaan Utuh (Whole Mounts)
Dengan metoda ini dipersiapkan sediaan yang terdiri atas keseluruhan organisme (baik hewan maupun tumhuhan) secara utuh. spesimen kultur, organ, maupun bagian organ, embrio, sel telur, spermatozoa ,potongan syaraf,pembuluh darah, jenis-jenis selaput tipis dan sebagainya. Melalui metoda ini diusahakan agar kita mendapat kesan bentuk aslinya dengan mempertahankan format-format taga dimensinya. Yang menjadi pembatas adalah faktor ukuran, ketabalan, serta tingkat transparansi sediaan yang kita buat tersebut yang berkaitan dengan faktor pembesaran pengamatan melalui mikroskop nantinya. Sediaan dengan ketebalan 2 mm dan transparan akan memungkinkan untuk diamati sampai tingkat perbasaran tidak lebih dari 30 kali. Sediaan dengan ketebalan 0,5 mm mungkin hanya akan mencapai tingkat perbesaran 100 kali.
Sediaan permanen dengan ketebalan 0,2 mm atau lebih yang telah di dehidrasidan diberi media pelekap memerluka adanya suatu penunjang gelas penutup agar spesimen tidak menjadi rusak dan gelas penutupnya sendiri tidak pecah karena proses pengeringan serta pengkerutan media tersebuut. Belakangan ini umum pula digunakan tabung plastik yang dipotong-potong secara melintang hingga dihasilkan cincin-cincin penunjang dengan ketebalan yang sesuai dengan tinggi serta ketebalan speimen. Tepi tempat pemotongan sebaiknya dihaluskan dengan mengunakan kerrtas amplas (Gunarso, 1989).
Menurut (Joyner, 2008 dalam zaifbio 2010) Whole mounth merupakan metode pembuatan preparat yang nantinya akan diamati dengan mikroskop tanpa didahului adanya proses pemotongan. Jadi pada metode ini, preparat yang diamati adalah preparat yang utuh baik itu berupa sel, jaringan, organ maupun individu. Gambar yang dihasilkan oleh preparat whole mounth ini terlihat dalam wujud utuhnya seperti ketika organisme tersebut masih hidup sehingga pengamatan yang dapat dilakukan hanya terbatas terhadap morfologi secara umum saja. Metode pembuatan preparat yang digunakan untuk pengamatan secara menyeluruh, artinya mempelajari struktur vegetatif dan reproduktifnya tanpa melakukan penyayatan terhadap tanaman tersebut karena metode ini menggunakan semua bagian tanaman sebagai preparatnya. Tentu saja tanaman yang diamati haruslah berukuran kecil sehingga dapat termuat pada objek glass. Sedangkan pada tanaman yang agak besar bisa dilakukan pemangkasan agar menjadi lebih rapi dan kecil. Metode whole mounth mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan metode ini adalah dapat mengamati seluruh bagian tanaman dengan jelas tiap bagian-bagiannya. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini hanya bisa dilakukan pada tanaman dengan ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang besar sehingga metode ini perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai percobaan (Gunarso, 1989).

Metoda Sediaan Irisan (Sectioning)
Cara pengerjaan melalui irisan atau sayatan ini dianggap sebagai teknik rutin ataupun teknik bagi penyiapan spesimen histologi amaupun patologi. Tebal tipisnya sayatan bergantung pada pengalaman serta tujuan penyiapan spesimen. Tebal sayatan yang umum berkisar antara 6-15 mikron (1 mikron = 0,001 mm). Ukura sayatan juga sangat bervariasi, mulai dari saytaan pembuluh darah yang sangat kecil hingga sayatan otak. Ukuran sayatan biasanya terbatas pada ukuran panjang lebar 2x3 cm karena ukuran yang demikian paling sesuai untuk direkapkan pada kaca preparat yang umum digunakan. Tentu saja ukuran spesimen yang cukup kecil akan mengjasilkan sayatan juga juga jauh lebih kecil dari ukuran sayatan tersebut.
Pengirisan atau penyayatan umumnya dilakukan dengan bantuan mikrotom, walau seringkali dilakukan penyayatan dengan tangan saja untuk jenis spesimen seperti tulang, gigi ataupun benda-benda fosil seringkali diperlukan gergaji untuk memotongnya. Mikrotom adalah jenis mesin khusus dirancang dan dipasarkan untuk tujuan mikroteknik. Mesin tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga mampu untuk melakukan penyayatan sesuatu spesimen dengan ketebalan yang sama atau paling kurang mendekati sama (Gunarso, 1989).

Metoda Sediaan Uraian (Teasing Preparations)
Pengertian teasing adalah menguaraikan. Untuk dapat memisahkan komponen suatu jenis jaringan maupun organ tisu atau jaringan diuraikan dengan menggunakan jarum penguraian. Dengan demikian pengertian teasng ini berarti juga pembedahan dalam skala kecil. Tingkatnya pada pembedahan biasa dan pembedahan mikro yang dilakukan dengan menggunakan jarum pengurai. Teasing ini dilakukan pada jenis sediaan segar yang telah difiksasi dan mengalami pewarnaan
Secara umum jenis tisu yang bisa ditelaah melalui metode ulas ini adalah darah, limfa, cairan sum-sum tulang belakang, semen janan, sediaan air seni, serta beberapa lainnya. Masing-masing biasanya memerlukan teknik perlakuan tersendiri dalam melakukan pengulasa atau penyebaran pada kaca preparat. Untuk jenis cairan yang mengandung suspensi yang tinggi densitasnya umumnya dicairkan dengan air atau serum darah dengan perbandingan 1 : 5 atau 1 : 10 (Gunarso, 1989).

Metoda Sediaan Rentang
Pada metoda ini preparat belum difiksasi, diperlakukan sedemikian rupa sehingga disamping jelas juga mendekati keadaan aslinya dengan melalui perentangan. Jenis bahan siapan yang uum direntang saat difiksasi adalah otot, syaraf, jenis jaringan tipis (selaput yang membungkus jantung, hati dan lain-lain) (Gunarso, 1989).

Metoda Sediaan Gosok
Jenis jaringan yang keras sifatnya, seperti tulang, gigi, kuku dan beberapa lainnya mungkin sekali sangat sukar untuk dibuat sediaan sayatan (kecuali bila mengalami berbagai perlakuan khusus sebelumnya). Untuk mengatasi hal diatas tadi, maka umum juga dibuat sediaan dengan metoda gosok. Tulang misalkan tulang paha, terlebih dahulu dipotong-potong hingga ukuran beberapa mili hingga 1 – 2 cm. Potongan tersebut kemudian digosok pada batu hingga cukup tipis untuk dapat diamati pada mikroskop (Gunarso, 1989).

Metoda Sediaan Supravital
Selain jenis-jenis metoda yang dimanfaatkan materi yang mengalami matian dan fiksasi. Untuk pengamatan sel-sel darah yang masih hidup umumnya digunakan zat warna vital seperti Yanus green atau Neutral red, karena sel darah mempunyai kemampuan untuk menghisap zat warna pada konsentrasi yang sesuai. Bila kedua zat warna tersebut dipakai secara bersama-sama maka memungkinkan kita untuk mengamati mitokondria. Hanya saja akan terjadi perubahan yang sangat cepat pada sel, karena sel dapat mati oleh kedua warna tadi secara bersamaan (Gunarso, 1989).
Contoh penyiapan sediaan supervital darah adalah :
1. 1 tetes darah diteteskan pada kaca preparat
2. Teteskan pula 1 tetes zat warna (missal yanus green) dengan konsentrasi 0,25 dalam garam fisiologis
3. Tutup dengan kaca penutup
4. Biarkan selama 5 menit
5. Beri lak petrolatum sekeliling tepi kaca penutup.
(Lasantha, 2010)

Metoda Sediaan Remasan (Squash)
Metode remasan banyak dikakukan untuk penyaiapan pengamatan kromosom baik hewan maupun tumbuhan. Dengan metoda ini bahan diremas atau dihancurkan sehingga masing-masing sel akan terlepas yang memudahkan pengamatan selanjutnya. Jadi tujuan peremasan ini bukan berarti menghancurkan sel-selnya, tapi masing-masing sel bebas terlepas satu sama lain dengan tetap dipertahankan bentuk aslinya.

D. METODA PARAFIN
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau standar. Pengamatan secara mikroskopis dari suatu jaringan normal sifatnya maupun yang mengidap suatu penyakit (patologis) akan lebih baik hasilnya dilakukan dari preparat jaringan yang telah dipersiapkan dengan baik, telah dillakukan penyayatan cukup tipis serta diberi pewarnaan yang sesuai, sehingga berbagai elemen yang diteliti lebih mudah untuk diamati (Gunarso, 1989). Adapun tahapan pembuatan preparat metode parafin adalah sebagai berikut :
1. Sampling
Merupakan proses awal dalam metode parafin. Pada sampling ini diambil beberapa organ sesuai keperluan. Jika organ terlalu besar maka dipotong-potong terlebih dahulu.

Menurut Eching (2009) Pengambilan jaringan :
a) Harus secepatnya di ambil terutama pada kadafer
b) Pemotongan harus dengan pisau yang tajam
c) Ukuran potongan sebaiknya 1 cm
d) Secepatnya difiksasi
Tujuannya untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan pasca mati dan perubahan struktur lain yang dapat menyesatkan dalam pengamatan.

2. Fiksasi (fixation)
Tujuan utama fiksas adalah memberikan perlakuan tertentu terhadap elemen-lemen jaringan, terutama inti sel atau nukleinya, sehingga dapat diwetkan dalam kondisis yang sedikit banyak mendekati keadaan aslinya. Selain itu, fiksasi juga mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang disebabakan oleh mikroorganisme maupun perusakan oleh enzim yang terkandung dalam jaringan itu sendiri, yang dikenal dengan autolisis. Dengan kata lain fiksasi bertujuan :
 Mematikan (menghentikan proses-proses metabolisme) jaringan dengan cepat sehingga keadaannya sedikit banyak mendekati keadaan aslinya.
 Mencegah autolisis
 Menaikkan daya pewarnaan karena adanya bahan-bahan keras yang merupakan komponen cairan fiksatif.
Pada garis besarnya berdasarkan komposisi bahannya suatu fiksatif dapat dikelompokkan menjadi :
Fiksatif tunggal
 Hanya menggunakan satu bahan kimia umum dalam bentuk larutan
 Contoh : formalin, alkohol, asam asetat dan asam pikrat.
 Umumnya kurang memenuhi persyaratan sebagai fiksatif yang baik, terutama bagi tujuan mikroteknik
 Masih umum digunakan untuk tujuan anatomi maupun histopatologi terutama fiksatif formalin.
Fiksatif majemuk
 Umumnya berupa campuran dari beberapa fiksatif tunggal
 Disusun dengan formula agar dapat diperoleh sesuai keinginan dan tujuan.biasanya fiksatif campuran ini dituliskan sesuai dengan nama penemu formulanya.
 Banyak sekali fiksatif campuran yang ada, contoh : larutan Bouin,larutan FAA, larutan glison, dan lain sebagainya

3. Dehidrasi (dehydration)
Dehidrasi adalah proses mengeluarkan air dari dalam jaringan tisu dengan menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi merupaka langkah penting yang memerlukan perlakuan yang prosesnya tidak terputus-putus. Kesalahan yang terjadi akan mengakibatkan terhalangnya proses penamanan dalam parafin yang merupakan proses lanjutan setelah proses dehidrasi tersebut. Sehubungan dengan hal itu maka dehidran yang kita gunakan hedaklah memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
 Harus mampu menarik air dari tisu menggantikan kedudukan air tersebut
 Dehidran itu sendirir dapat digantikan kedudukannya oleh meduium penjernih
 Tidak merusak danmengganggu tisu yang telah difiksasi sebelumnya sehingga misalnya tisu akan menjadi terlalu lunakkembali ataupun malah memperkeras tisu tersebut menjadi rapuh.
Dehidran yang paling umum dalam mikroteknik bagi metode parafin adalah alkohol. Dalam penggunaannya dipakai serangkaian alkohol dengan konsentrasi berbeda, dimulai dengan alkohol 35% - 50% - 70% - 80% - 95% - 100%. Alkohol 70% umum dikenal sebagai Stopping point dengan pengertian tisu dapat disimpan agak lama (biasanya dibiarkan bermalam untuk dilanjutkan pada keesokan harinya maupun hari-hari berikutnya).

4. Penjernihan (clearing)
Tujuan utama proses penjernihan adalah menggatiakn tempat alkohol dalam tisu yang telah mengalami proses dehidrasi dengan suatu solven atau medium penjernih menjelang proses penanaman sebelum dilakukan proses penyayatan. Setelah kita menggunakan xylol atau benzene pada proses penjernihan ini, pada umumnya tisu akan menjadi transparan : hal ini yang menjadi alasan bahwa hal ini dikenal sebagai proses penjernihan. Lama tisu dalam medium penjernih bergantung pada :
 Ketebalan serta tingkat kepadatan tisu
 Jenis reagen yang dipakai
 Untuk jenis tisu yang melalui proses dehidrasi dengan sempurna, maka proses penjernihan (xylol, benzene) berlangsung selama setengah hingga tiga jam. Bila tisu dibiarkan cukup lama dalam medium penjernih ini, maka besar kemungkinan tisu akan menjadi keras dan rapuh yang tentu menyukarkan dalam penyayatan.

5. Infiltrasi (infiltration)
Yang dimaksud dengan infiltrasi yaitu usaha menyususpkan media penanaman kedalam tisu dengan jalan menggantikan kedudukan dehidran dan bahan penjernih. Media penamanam/embedding yang umum dipakai adalah parafin. Parafin dibedakan berdasarkan titik didihnya, jadi ada yang bertitik didih 48°C, 54°C, 56°C dan 58°C. Utuk jenis tisu hewan yang biasanya digunakan parafin bertitik didih 58°C. Sebelum jaringan masuk kedalam parafin murni maka tisu terlebih dahulu berada dalam xylol : arafin dengan perbandingan 1:3, 1:1, 1:3 da selanjutnya masuk kedalam parafin murni.

6. Penanaman (embedding)
Penanama merupaka proses memasukkan atau menanam tisu kedalam blok-blok parafin (cetakan) sehingga memudahkan pada proses penyayatan dengan bantuan mikrotom. Beberapa teknik percetakan tersebut menggunakan :
a. Cetakan terbuat dari timah atau logam berat lainnya yang berbentuk L dialas kaca dengan cara ini satu persatu tisu akan dapat dicetak.
b. Cetakan terbuat dari kertas. Sebaiknya disiapkan dari bahan kertas karton atau manila
c. Cetakan berbentuk bak yang terbuat dari aluminium, dengan cara ini tisu dapat ditanamkan sekaligus.

7. Pemotongan (section)
Proses penyayatan mencakup berbagai cara akan menghasilkan sayatan tipis tisu baik yang telah mengalami proses penanaman maupun tidak. Dalam mikroteknik, cara lazim digunakan adalah penyayatan dengan menggunakan mikrotom dengan berbagai peralatan pembantu seperti pisau mikrotom, kuas bulu, spatula, gunting serta pensil penoreh..
Mikrotom
Alat khusus yang diracang untuk menyayat material atau tisu-tisu dengan sayatan-sayatan yang cukup tipis untuk penelaahan dengan mikroskop. Untuk memperoleh hasil sayatan yang baik dibutuhkan beberapa persayaratan sebagai berikut :
1. Tisu yang telah dipersiapkan dengan sempurna
2. Pisau yang cukup tajam
3. Pemilihan jenis mikrotom yang tepat
4. Operator yang cukup terampil dan terlatih
Dari beberapa jenis mikrotom yang ada, jenis-jenis mikrotom yang umum dikenal dan digunakan dalam mikroteknik :
a. Mikrotom putar
Umum dipakai untuk mikroteknik metode parafin. Posisis kedudukan pisau tetap. Sedang tisulah yang dilekat pada tisu holder yang bergerak turun naik sehingga diperoleh sayatan umumnya berbentuk pita.
b. Mikrotom sorong
Sering pula digunakan dalam metode parafin, walau umumnya digunakan untuk penyayatan tisu yang ditanam dalam celloidin. Dalam penggunaanya kedudukan tisu ditetapkan atau diam, sedangkan pisaunya yang bergerak maju mundur.
c. Mikrotom beku
Mikrotom beku digunakan untuk penyayatan tisu yang tidak ditanam dalam parafin maupun dalam celloidin. Jadi tisu yang disayat adalah tisu yang tidak ditanam, walau umumnya telah difiksasi dalam formalin dan dibekukan dengan karbondioksida ataupun freon.
8. Afiksasi (afixing)
Afiksasi atau proses perlekatan adalah proses perlekatan atau penetapan sayatan tisu yang pada kaca preparat dengan bantuan media prekat tertentu. Pada proses ini diperlukan berbagai persiapan antara lain :
a. Kaca preparat bersih
b. Media prekat
c. Akuades
d. Meja pemanas/hot plate
e. Peralata berupa pinset, skapel, gunting, kuas dan lain sebagainya.
Dari beberapa jenis formula media prekat yang umum digunakan dalam kerja rutin adalah media merekat albumin. Mula-mula putih telur dan gliserin dikock hingga rata, busa yang terjadi dibuang dan bila perlu dilakukan penyaringan, kemudian dibubuhkan kristal-kristal thymol yang berfungsi sebagai pencegah berkembangnya jamur dan bakteri serta beberapa tetes akuades sebagai pengencer.
9. Deparafinisasi
Deparafinisasi adalah proses penghilangan parafin menggunakan xylol. Adapun langkah-langkah deparafinisasi adalah :
 Jaringan dimasukkan kedalam xylol (xylol 1 dan xylol 2) masing-masing selama 30 menit
 Redehidrasi dengan alkohol dari tinggi ke rendah (100%, 96%, 80%, 70%, 50% dan 30%) kemudian cuci dengan air mengalir setelah itu celupkan ke dalam akuades.
10. Pewarnaan (staining)
pewarnaan bertujuan agar dapat mempertajam atau memperjelas berbagai elemen tisu, terutama sel-selnya, sehingga dapat dibedakan dan ditelaah dengan mikroskop. Motoda pewarnaan yang sering dilakukan dalam pembuata preparat metode parafin adalah metoda pewarnaan Hematoxilin-eosin.
Seperti merupakan peraturan, hamatoxillin digunakan terlebih dahulu dan setelah melalui proses diferensiasi, maka barulah eosin digunakan. Pertukaran tempat keduanya tampaknya akan menimbulkan kesukaran, karena pewarna hematoxilin akan mewarnai lebih cepat dari pada pewarna paduannya yang umumnya berperan sebagai counterstain yang intensitas pewarnaanya dapat diatur tanpa mempengaruhi pewarnaan hematoxilin. Adapun langkah-langkah pewarnaan adalah :
a) Dilakukan dengan pewarnaan hematoxilin selama 13 detik
b) Cuci dengan air mengalir
c) Bilas dengan akuades
d) Masukkan kedalam alkohol 30%, 40%, 50%, 60% da 70%
e) Bilas dengan akuades
f) Warnai dengan eosin selama 1-2 menit
g) Celupkan kedalam xyloll (xylol 1 dan xylol 2) masing-masing selama 20 menit.
11. Mounting
Merupakan proses akhir dari pembuatan preparat metoda parafin. Sebelum ditutup secara permanen maka sebaiknya jaringan dilihat pada mikroskop apakah jaringan tersebut sudah dapat diamati dengan baik atau tidak. Pada mounting tutup dengan canada balsem dan gelas penutup. Hindari terbentuk gelembung udara kemudian beri label dan diamati kembali diwabah mikroskop.




























DAFTAR PUSTAKA

Amar. 2008. Materi Mikroteknik. http://amar1286.multiply.com/journal/item/10 (di unduh tanggal 20 juni 2011)
Eching. 2009. Mikroteknik. http://yessyrumengan.blogspot.com/2009/11/histologi-mikroteknik.html (di unduh tanggal 20 juni 2011)
Gunarso, Wisnu. 1989. Bahan Pengajaran Mikroteknik. Bogor : DEPDIKBUD Institiut Pertanian Bogor
Lasantha. 2010. Metode Mikroteknik. http://freematerikuliah.blogspot.com/2010/11/metode-mikroteknik.html (di unduh tanggal 20 juni 2011)
Tim Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Mikroteknik. Pontianak : FKIP UNTAN
Zaifbio. 2010. Preparat Wholemount Kutu Daun Bunga (Triboliun Confusum). http://zaifbio.wordpress.com/category/mikroteknik/ (di unduh tanggal 20 juni 2011)

Selasa, 31 Mei 2011

RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan salah satu perencanaan proses pembelajaran yang harus dibuat atau dipersiapkan oleh guru sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk dapat menyusun RPP sesuai prinsip-prinsip pengembangannya.

Setelah mempelajari materi tentang RPP ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang:
1. pengertian RPP;
2. landasan pengembangan RPP;
3. komponen RPP;
4. langkah-langkah pengembangan RPP;
5. contoh model RPP.

A. PENGERTIAN RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Rencana pelaksanaan pembelajaran memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (PP No. 19 Tahun 2005 tentang Stándar Nasional Pendidikan Pasal 20). Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih. Untuk mata pelajaran Kelompok Program Produktif, RPP dapat mencakup lebih dari satu kompetensi dasar.

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyu¬sun RPP secara lengkap dan sistematis serta menerapkannya pada kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dirancang pada RPP diharapkan dapat mewujudkan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP Nomor 19 Tahun 2005 , Pasal 19).



B. Landasan Pengembangan RPP

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

1. PP No.19/2005 tentang SNP pasal 20 : Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

2. Permendiknas No.41/2007 tentang Standar Proses:
 Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
 RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD.
 Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis

C.TUJUAN DAN MANFAAT RPP
1.Tujuan penyusunan RPP adalah untuk:
1. Memberi kesempatan kepada pendidik untuk merencanakan pembelajaran yang interaktif dan dapat digunakan untuk mengeksplorasi semua potensi kecakapan majemuk (multiple intellegencis) yang dimiliki setiap peserta didik.
2. Memberi kesempatan bagi pendidik untuk merancang pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, kemampuan pendidik, dan fasilitas yang dimiliki sekolah.
3. Mempermudah pelaksanaan proses pembelajaran.
4. Mempermudah pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran, sebagai input guna perbaikan pada penyusunan RPP selanjutnya (improvement proses).
2.Manfaat
1. Meningkatkan kemampuan guru dalam merancang pembelajaran sebagai bagian dari kompetensi paedagogik yang harus dimiliki guru.
2. Proses pembelajaran yang dilakukan akan lebih terarah karena tujuan pembelajaran, materi yang akan diajarkan, metode dan penilaian yang akan digunakan telah direncanakan dengan berbagai pertimbangan.
3. Meningkatkan rasa percaya diri pendidik pada saat pembelajaran, karena seluruh proses sudah direncanakan dengan baik.
D.FUNGSI RPP

Sedikitnya terdapat dua fungsi RPP dalam proses pengembangannya,
yakni fungsi perecanaan dan fungsi pelaksanaan.

Fungsi Perencanaan adalah bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru untuk lebih siap dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Oleh karena itu, setiap akan melakukan pembelajaranguru wajib memiliki persiapan, bik secara tertulis maupun tidak tertulis.

Fungsi Pelaksanaan bertujuan untuk mengefektifkan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Dalam hal ini, materi standar yang dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, praktis, serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan sekolah dan daerah Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus terorganisir melalui serangkaiankegiatan tertentu, dengan strategi yang tepat dan mumpuni.


E.PRINSIP PENYUSUNAN RPP

1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik .
2.Mendorong partisipasi aktif peserta didik
3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis
4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
5. Keterkaitan dan keterpadua
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi


F.HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
DALAM PENYUSUNAN RPP

1. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.
2. Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
3. Tujuan pembelajaran dapat mencakupi sejumlah indikator, atau satu tujuan pembelajaran untuk beberapa indikator,yang penting tujuan pembelajaran harus mengacu pada pencapaian indikator.
4. Kegiatan pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran) dibuat setiap pertemuan, bila dalam satu RPP terdapat 3 kali pertemuan, maka dalam RPP tersebut terdapat 3 langkah pembelajaran.
5. Bila terdapat lebih dari satu pertemuan untuk indikator yang sama, tidak perlu dibuatkan langkah kegiatan ang lengkap untuk setiap pertemuannya.
G.Komponen RPP

1. Kolom Identitas Mata Pelajaran
2. Standar Kompetensi
3. Kompetensi Dasar
4. Indikator Pencapaian Kompetensi
5. Tujuan Pembelajaran
6. Materi Ajar (Materi Pokok)
7. Materi/Kompetensi Prasyarat
8. Alokasi Waktu
9. Metode Pembelajaran
10. Kegiatan Pembelajaran
11. Penilaian
12. Sumber Belajar

Catatan:
Komponen nomor 7 di atas untuk mengingatkan kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelumi KD atau indikator yang akan dipelajari. Dalam pembelajaran matematika, komponen ini sebaiknya dicantumkan untuk mengingatkan guru tentang materi prasyarat yang sudah harus dimiliki siswa. Namun demikian, komponen prasyarat ini tidak mesti harus dicantumkan.



H. Langkah-Langkah Menyusun RPP (Standar Proses 2007)

1. Menuliskan Identitas Mata Pelajaran, yang meliputi:
a. Satuan Pendidikan;
b. Kelas/Semester;
c. Mata Pelajaran/Tema Pelajaran;
d. Jumlah Pertemuan.

2. Menuliskan Standar Kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

Pada bagian ini dituliskan standar kompetensi mata pelajaran, cukup dengan cara mengutip pada standar isi atau silabus pembelajaran yang telah dibuat guru.



3. Menuliskan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu mata pelajaran.

Pada bagian ini dituliskan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir, cukup dengan cara mengutip pada standar isi atau silabus pembelajaran yang telah dibuat guru.

4. Menuliskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Contoh kata kerja operasional antara lain mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktekkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.
Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua
atau lebih indikator pencapaian hasil belajar dan disesuaikan dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut.

Indikator dikembangkan oleh guru sekolah sesuai dengan kondisi daerah dan sekolah masing-masing. Dalam membuat indikator ini, guru juga perlu melihat KD yang sama di kelas sebelum dan sesudahnya agar lebih tepat dalam menentukan indikator sesuai dengan kelas di mana KD tersebut diajarkan.


5. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

Tujuan pembelajaran dibuat berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang telah ditentukan. Tujuan ini difokuskan tergantung pada indikatoryang dirumuskan dari SK dan KD pada Standar Isi mata pelajaran matematika yang akan dipelajari siswa.

6. Materi Ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

7. Menuliskan Materi Prasyarat
Materi Prasyarat ini merupakan materi atau kompetensi yang harus sudah dimiliki atau dikuasai siswa yang berkaitan dengan materi atau kompetensi yang akan dipelajari.


8. Alokasi Waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

9. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah
ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan semua metode yang akan digunakan selama proses pembelajaran berlangsung.

10. Merumuskan kegiatan pembelajaran

a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pendahuluan ini secara garis besar dapat memuat hal-hal sebagai berikut.

1) Deskripsi singkat;
Deskripsi singkat adalah penjelasan singkat (secara global) tentang isi pelajaran yang berhubungan dengan kompetensi yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar pada permulaan kegiatan belajarnya, siswa telah mendapat jawaban secaraglobal tentang isi pelajaran yang akan dipelajari.


2) Relevansi;
Relevansi adalah kaitan isi pelajaran yang sedang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa atau dengan pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari. Dalam hal ini dapat juga dengan mengingatkan kembali materi prasyarat (apersepsi).

3) Tujuan/kompetensi;
Tujuan adalah kemampuan atau kompetensi yang akan dicapai siswa pada akhir proses belajarnya.

4) Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.

b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.




Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui
proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada kegiatan inti ini siswa mendapat fasilitas atau bantuan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Pada kegiatan inti secara garis besar berlangsung hal-hal berikut.

1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang nyata (riil) bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;

2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran;

3) Siswa mengembangkan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;

4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, dimana siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain),
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya, dan mencari alternatif yang lain.

c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut, yaitu seperti berikut.

1) Penarikan kesimpulan dari apa-apa yang telah dipelajari dalam pembelajaran sesuai tujuan yang akan dicapai;
2) Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran;
3) Pemberian tugas atau latihan.

11. Penilaian Hasil Belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian.

12. Menentukan Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Pada bagian ini dituliskan semua media/alat/bahan/sumber belajar yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/16446228/RENCANA-PELAKSANAAN-PEMBELAJARAN-asep
http://jimmicka.blogspot.com/2011/05/manfaat-silabus-dan-rpp-dalam.html
disdikgunungkidul.org/tot_ktsp/.../RPP/RPP_-edit%20%2021-11-08.doc

Sabtu, 21 Mei 2011

PENGELOLAAN KELAS YANG BAIK

A.KONSEP DASAR PENGELOLAAN KELAS

1. Pengertian pengelolaan kelas.

Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata "managemen" asal kata dari Bahasa Inggris yang diindonesiakan menjadi "manajemen" atau menejemen. Di dalam kamus umum Bahasa Indonesia (1958:412), disebutkan bahwa pengelolaan berarti penyelenggaraan. Dilihat dari asal kata "manajemen" dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah penyelenggaraan atau pengurusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Pengelolaan diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan kegiatan-kegiatan orang lain (Oemar Hamalik, 1986: 18).

Sebelum kita membicarakan definisi pengelolaan kelas terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa sebenamya yang dimaksud dengan kelas.

1. Kelas dalam arti sempit yaitu ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses pembelajaran. Kelas dalam pengertian tradisional mengandung sifat statis, karena sekedar menunjuk pengelompokkan siswa menurut tingkat perkembangannya yang antara lain di dasarkan pada batas umur kronologisnya masing-masing.

2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai kesatuan diorganisir menjadi unit kerja secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.

Ditinjau dari sudut pandang didaktik terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas yakni kelas adalah sekelompok siswa pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.

Dengan batasan tersebut di atas, yang dimaksudkan kelas itu adalah sistem pengajaran klasikal dalam pelaksanaan pengajaran secara tradisional.

Kelas merupakan bagian atau unit sekolah terkecil. Penggunaan istilah "Unit" mengandung suatu pengertian bahwa kelas mempunyai ciri yang khusus dan spesifik, maksudnya setiap kelas akan memiliki suasana yang berbeda atau kondisi yang berbeda satu sama lain.

Contoh: Salah satu SD mempunyai kelas paralel terdiri dari kelas A, B, (kelas 1 s.d. VI). Masing-masing kelas keadaannya berbeda, misalnya kelas VA, VB, dan VC. Kelas VA yang siswa-siswanya tidak ada gairah dan semangat belajar, kelas VB merupakan kelas yang selalu gaduh dan membuat onar tetapi prestasinya rendah, sedangkan kelas VC merupakan kelas yang menyenangkan, siswa-siswanya aktif dan kompak dalam belajar sehingga prestasinya menonjol di antara kedua kelas tadi.

Dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan pengertian pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran dengan maksud agar tercapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar sebagaimana yang diharapkan.Atau pengelolaan kelas adalah suatu keterampilan untuk bertindak dari seorang guru berdasarkan atas sifat-sifat kelas dengan tujuan menciptakan situasi pembelajaran ke arah yang lebih baik.

Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan, mengulang atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, dengan hubungan-hubungan inter personal dan iklim sosio emosional yang positif serta mengembangkan dan mempermudah organisasi kelas yang efektif.



Definisi-definisi Pengelolaan kelas

1. Menurut Lois V, Johnson dan Mary A. Bani (Claaroom Management), yang diikhtisarkan oleh Dr. Made Pidarta, 1970.

a. Pengelolaan kelas ditinjau dari konsep lama adalah mempertahankan ketertiban kelas.

b. Pengelolaan kelas ditinjau dari konsep modern adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problema dan situasi kelas.

2. J.M. Cooper (1977), mengemukakan 5 pengelompokkan definisi pengelolaan kelas, yaitu:

a. Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Definisi ini memandang pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa. Pandangan ini bersifat "Otoratif". Kaitannya dengan tugas guru adalah menciptakan dan memelihara ketertiban suasana kelas. Penggunaan disiplin sangat diutamakan.

b. Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa. Definisi ini didasarkan atas pandangan yang bersifat "permisif'. Kaitannya dengan tugas guru adalah memaksimalkan perwujudan kebebasan siswa, maksudnya guru membantu siswa untuk merasa bebas melakukan yang ingin dilakukannya.

c. Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tijdak diinginkan. Definisi ketiga ini didasarkan pada prinsip-prinsip mengubahan tingkah taku (behavioral modification), dan memandang pengelolaan kelas sebagai proses pengubahan tingkah laku siswa. Guru di sini berfungsi sebagai pembantu siswa dalam mempelajari tingkah laku yang diharapkan melalui prinsip reinforcement (penguatan).

d. Pergelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosioemosional kelas yang positif. Definisi keempat ini memandang pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim sosioemosional yang positif di dalam kelas. Definisi ini beranggapan, bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim positif yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

e. Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif. Definisi kelima ini mengangap kelas merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group proses) sebagai intinya. pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok, tetapi belajar dianggap proses individual, maka kehidupan kelas dalam kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang sangat berarti terhadap kegiatan belajar. Tugas guru di sini adalah mendorong berkembangnya dan berprestasinya sistem kelas yang efektif.

Tiga di antara lima definisi di atas yaitu: pandangan tentang pengubahan tingkah laku. Iklim sosioemosional, dan proses kelompok, masing-masing berangkat dari dasar pandangan yang berbeda tetapi memiliki unsur-unsur yang efektif apabila diterapkan untuk pengelolaan kelas sehingga bermanfaat bagi guru untuk membentuk satu pandangan yang bersifat "Prulalistik", yaitu pandangan yang merangkum ketiga dasar pandangan tersebut di atas.

Definisi pengelolaan kelas yang dikemukakan berdasarkan atas pandangan "Pluralistik' menganggap pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal dan iklim sosioemosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan produktif.
Dalam kegiatan sehari-hari seorang guru akan menghadapi kasus-kasus dalam kelasnya.

Misalnya dalam hal pengaturan siswa, yang dapat dikelompokan menjadi dua masalah, yaitu masalah individu/perorangan dan masalah kelompok. Agar dalam melaksanakan pengelolaan kelas secara efektif dan tepat guna, maka guru harus rnengidentifikasikan kedua masalah tersebut, tetapi tak kalah pentingnya dari kedua masalah tersebut adalah masalah organisasi sekolah.

Kegiatan rutin yang secara organisasional dilakukan baik di tingkat kelas maupun pada tingkat sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolaan kelas. Pengaruh organisasi sekolah dipandang cukup menentukan dalam pengarahan perilaku siswa. Pengaturan atau pengorganisasian kelas hendaknya sering diadakan perubahan. Hal ini untuk mencegah kejenuhan bagi siswa-siswa selama mengikuti kegiatan belajar, selain itu juga hendaknya disesuaikan dengan bahan pengajaran yang diberikan.




Adapun kasus-kasus yang dijumpai guru dalam pengelolaan kelas antara lain, seperti:

a) Tingkat penguasaan materi oleh siswa di dalam kelas.
Misalnya, materi yang diberikan kepada siswa terlalu tinggi atau sulit sehingga tidak bisa diikuti oleh siswa, maka di sini diperlukan penyesuaian agar siswa dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik. Apabila tidak diadakan penyesuaian, siswa-siswa tidak akan serius dan selalu menimbulkan kegaduhan.

b) Fasilitas yang diperlukan,
Misalnya, alat, media, bahan, tempat, biaya, dan lain-lain, akan memungkinkan siswa belajar dengan baik

c) Kondisi siswa
Misalnya, siswa yang kelihatan sudah lesu dan tidak bergairah dalam menerima peiajaran, hal ini dapat mempengaruhi situasi kelas.

d) Teknik mengajar guru
Misalnya, dalam memberikan pengajaran kurang menggairahkan suasana kelas dan menjemukan.

2.Tujuan Pengelolaan kelas,Kompenen Pengelolaan Kelas,Prinsip Pengelolaan Kelas.


a.Tujuan Pengelolaan kelas

Tujuan untuk siswa :
1. Bertanggung jawab terhadap tingkah laku yang positif
2. Sadar dan mampu mengendalikan diri di kelas
3. Keterlibatan aktif dalam kegiatan kelas
Tujuan untuk guru :
1. Menciptakan dan memelihara pelancaran penyajian
2. Sadar terhadap kebutuhan siswa di kelas
3. Memberikan respon secara aktif

Tujuan guru mengelola kelas adalah agar semua siswa yang ada di dalam kelas dapat belajar dengan optimal dan mengatur sarana pembelajaran serta mengendalikan suasana belajar yang menyenangkan untuk mencapai tujuan belajar.

b.Komponen Pengelolaan Kelas

Secara garis besar terdapat 2 komponen utama dalam pengelolaan kelas yaitu:
a. Keterampilan yang berhubungan dengan tindakan preventif berupa penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar.

b. Keterampilan yang berkembang dengan tindakan kreatif berupa pengembalian kondisi belajar yang optimal.

c.Prinsip pengelolaan kelas

Ada 5 prinsip yang perlu di pelajari dan dikuasai oleh guru dalam mengelola kelas. Prinsip-prinsip ini tidak bisa digunakan satu persatu saja tetapi harus bervariasi artinya lebih dari satu prinsip. Prinsip pengeloalaan kelas yaitu :

1 Membagi Perhatian

a) Guru harus dapat membagi perhatian baik secara verbal maupun visual terhadap kegiatan belajar siswa yang berlangsung pada waktu yang sama.
b) Memusatkan perhatian kelompok, hal ini dapat dilakukan menyiagakan siswa, menuntut keterlibatan siswa
c) Memberikan petunjuk yang jelas.
d) Memberikan penguatan, baik verbal maupun non verval.
e) Memberi teguran
a) Prinsip penggunaan
b) Kehangatan dan keantusiasan siswa
c) Memberi tantangan
d) Bervariasi
e) Keluwesan
f) Penekanan pada hal yang positif
g) Penanaman disiplin diri.

Hal-hal yang harus di perhatikanan guru dalam memilih prinsip-prinsip pengelolaan kelas ini adalah
(1) situasi dan kondisi di mana pembelajaran tersebut berlangsung,
(2) pada siapa proses pembelajaran tersebut ditujukan




2.Ketrampilan Memberi Penguatan
Dalam proses belajar mengajar, penguatan memegang peran penting sebab jika dilakukan dengan cara dan prinsip yang tepat akan mendorong siswa meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar disamping itu akan mendorong mereka mengembangkan hasil belajarnya.
Komponen ketrampilan memberi penguatan :
1. Penguatan dapat diberikan secara verbal (pujian, dukungan, pengakuan, dorongan) yaitu dengan menggunakan kata-kata (bagus, iya, tepat, benar) atau kalimat (pekerjaanmu rapi sekali, saya senang dengan hasil pekerjaanmu)
2. Penguatan juga dapat diberikan dengan menggunakan mimic atau gerakan badan (senyuman, anggukan kepala, acungan ibu jari dan tepuk tangan) yang dapat meperkuat penampilan siswa.
3. Mendekati siswa yang sedang mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berjalan ke arah siswa, berdiri di samping siswa, atau duduk di dekatnya.
4. Sentuhan misalnya menepuk-nepuk bahu siswa, menjabat tangan, atau mengangkat tangan siswa hal ini dapat memperkuat penampilannya. Dalam menggunakan penguat ini guru perlu memperhatikan umur, jenis kelamn serta latar belakang kebudayaan siswa.
5. Melakukan kegiatan yang menyenangkan dapat memperkuat penampilan siswa.
6. Hadiah berupa symbol (tanda atau komentar tertulis) atau benda (kartu bergambar, lencana, bintang plastic)
Agar penguatan yang diberikan kepada siswa dapat mencapai maksimal maka guru perlu memperhatikan cara penggunaan yang benar antara lain :
1. Kepada pribadi tertentu
Penguatan harus jelas ditunjukkan kepada siswa tertentu dengan menyebutkan namanya sambil memandang kepadanya.
2. Kepada kelompok siswa
Penguatan dapat pula diberikan kepada kelompok siswa jika suatu tugas telah dikerjakan oleh kelompok tertentu.
3. Dengan segera
Penguatan harus diberikan segera setelah munculnya tingkah laku atau respon siswa yang diharapkan.
4. Penguatan tidak penuh
Jika jawaban yang diberikan siswa sebaiknya saja yang benar guru hendaknya tidak langsung menyalahkan siswa. tindakan guru sebaiknya adalah memberikan penguatan sebagian.
5. Bervariasi
Perlu ada variasi baik dalam cara penggunaan maupun dalam jenis penguatan itu.
Prinsip penggunaan penguatan
1. Mimik guru yang hangat dan antusias
2. Bermakna = siswa harus memahami tingkah laku yang sesuai dengan responnya
3. Hindari respon negative

3.Ketrampilan Dasar Mengajar
Manfaat :
1. Minat dan perkataan siswa terhadap proses pembalajaran akan tumbuh dan berkembang
2. Rasa ingin tahu siswa dan keinginan untuk mencoba ataupun melakukan semakin besar.
3. Tingkah laku dan sikap positif berkembang
4. Siswa dapat memilih cara belajar yang sesuai dan disenangi (penyesuaian materi guru)
5. Ranah psikomotor, kognitif dan afektif siswa akan dapat lebih berkembang (pembelajaran yang menyenagkan)
Ketrampilan mengadakan variasi pada pembelajaran penjas
Gaya mengajar guru yang efektif akan memudahkan perhatian siswa
- Gaya komando (the command style)
Kerangka pengambilan keputusan
Perencanaan.....................guru
Pelaksanaan......................guru
Evaluasi.............................guru
- Gaya resiprokal (the reciprocal style)
Kerangka pengambilan keputusan
Perencanaan.....................guru
Pelaksanaan......................siswa
Evaluasi.............................siswa
- Gaya latihan (the practice style)
Kerangka pengambilan keputusan
Perencanaan.....................guru
Pelaksanaan......................siswa
Evaluasi.............................guru
- Gaya inklusi (the inclusion style)
Kerangka pengambilan keputusan
Perencanaan.....................guru
Pelaksanaan......................siswa
Evaluasi.............................siswa
Dibagi dalam berbagai level :
- Mudah
- Sedang
- Sulit

4.Variasi media, bahan dan alat pembelajaran
1. Media audio
2. Bahan pembelajaran (rangsangan siswa untuk lebih tertantang)
3. Aspek pengembangan dan alat pembelajaran
4. Model pembelajaran kontekstual (guru sebagai fasilitator, mengajukan pertanyaan kepada siswa,guna memancing berfikir siswa tentang hal yang dipelajari dalam rangka membangun konsep secara bersama atas dasar kompetisi siswa berupa pengetahuan dasar dan pengalaman yang telah dimiliki yang diangkat dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui suatu model yang dapat dinilai secara nyata dengan standart secara jelas)
Pola interaksi
1. Siswa mandiri
2. Interaksi guru – siswa
3. Interaksi siswa – siswa
4. Interaksi guru – siswa – guru
5. Interaksi guru – siswa – siswa

5.Ketrampilan Menjelaskan
Merupakan aspek yang sangat penting, mejelaskan dimaksudkan untuk menyajikan informasi yang diorganisasikan secara sistematif, untuk menunjukkan suatu hubungan.
Tujuan : melalui mejelaskan yang efektif dapat mengembangkan nalar siswa
Yang perlu dihindari :
1. Guru mendominasi kegiatan kelas
2. Sebagian besar kegiatan guru memberikan informasi
3. Kadang-kadang sajian guru kurang jelas dan hanya jelas begi guru
4. Tidak semua siswa dapat menggali dari buku atau sumber.
5. Kurangnya sumber yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan oleh siswa
Prinsip penggunaan penjelasan
1. Suatu penjelasan ditekankan pada penalaran bukan pada indokrinasi (pemaksaan)
2. Latar belakang dan kemampuan siswa perlu diperhitungkan.
3. Karakteristik tujuan menentukan sifat pendekatan dan materi yang disajikan.
4. Penjelasan yang diberikan harus bermakna bagi siswa.
Komponen-komponen ketrampilan
1. Kejelasan sajian : kejelasan sajian, ucapan, pertanyaan-pertanyaan dan tujuan yang ditunjukkan dapat meningkatkan efektifitas sajian
2. Penggunaan contoh dan ilustrasi : pemahaman konsep yang sulit dapat ditingkatkan dengan memberikan ilustrasi yang tepat. Mengajukan contoh-contoh sebelum menarik generalisasi serta menghubungkan ide-ide yang sama dengan kata-kata penghubung.
3. Pemberian tekanan : untuk memusatkan perhatian siswa kepada masalah pokok dan cara pemecahannya perlu menguasai pemberian tekanan. Ketrampilan ini dapat berupa gaya mengajar, struktur sajian yang berupa iktisar, frase atau dengan isyarat-isyarat.
4. Balikan : balikan perlu dikerjakan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang baru diberikan. Balikan ini dapat dikerjakan , antara lain : dengan cara mendemontrasikan siswa.
3.Karakteristik Pengelolaan Kelas :
• Menguasai materi ajar
Setiap kali guru masuk ke dalam kelas tentunya ada yang ingin disampaikan untuk itu setiap guru harus mempersiapkan diri dengan materi apa yang akan disampaikan, bukan hanya tahu apa yang hendak disampaikan tetapi harus paham betul apa yang hendak disampaikan itu. Karena dimata murid2 seorang guru adalah mengetahui segala-galanya.
• Memahami prioritas
Biasanya materi yang akan disampaikan terlalu banyak ataupun beragam dan kadang kita tidak tahu harus mulai dari mana. Untuk itu kita harus sangat memahami prioritas, mungkin materi apa yang paling tepat untuk kondisi dan situasi saat ini.
• Menggunakan berbagai metoda pendekatan
• Memahami dan menggunakan latar belakang siswa yang berbeda
• Bisa merencanakan dengan jelas
• Bisa mengembangkan materi dengan menggunakan potensi lingkungan
• Bisa memberikan tugas dan evaluasi dengan alat ukur yang mengungkapkan potensi siswa
4.Fungsi dan Pentingnya pengelolaan kelas

a.Pentingnya pengelolaan kelas
1.Memberi kepuasan tersendiri pada guru
2.Meningkatkan motivasi belajar pada anak
3.Meningkatkan dan mengembangkan potensi siswa dengan terukur
4.Masalah yang biasa ditemui?
5.Keterbatasan waktu
6.Banyaknya materi dan mata pelajaran
7.Banyaknya siswa
8.Persiapan Ujian Akhir (Nasional dan Sekolah)
b.Fungsi Pengelolan kelas :

5.Peranan Guru dalam Pengelolaan kelas

a. Peranan guru dalam pengelolaan kelas adalah (1) memelihara lingkungan fisik kelas (2) mengarahkan/membimbing proses intelektual dan sosial siswa di dalam kelas dan (3) mampu memimpin kegiatan pembelajaran yang efisien dan efektif. Sedangkan tugas-tugas guru dalam mengelola kelas adalah (1) sebagai manajer (2) sebagai pendidik dan (3) sebagai pengajar.

b. Mengatasi masalah Pengeloalan kelas.Dalam mengelola kelas sering ditemui kendala-kendala yang dapat menghambat terjadinya proses pembelajaran yang efisiendan efektif. Kendala ini bisa datang dari guru, bisa juga dari siswa dan bisa juga dari faktor lingkungan.

c. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang kondusif selain menerapkan prinsip-prinsip pengelola juga kiat-kiat untuk mengatasi kendala tersebut yaitu :
(1) guru tidak boleh campur tangan yang berlebihan terhadap siswa
(2) guru jangan sampai kehilangan konsentrasi yang dapat menimbulkan kesenyapan atau pembicaraan terhenti dengan tiba-tiba.
(3) hindari ketidak tepatan menandai dan mengakhiri suatu kegiatan artinya guru harus tepat waktu
(4) guru harus dapat mengelola waktu, baru hal ini dapat menimbulkan penyimpangan yang berkaitan dengan disiplin diri siswa dan
(5) berilah penjelasan yang jelas, sederhana, sistematis dan tidak bertele-tele atau mengulang-ulang penjelasan karena dapat menimbulkan kebosanan.



6. Pengelompokan Masalah dalam Pengelolaan kelas

Masalah pergelolaan kelas dapat di kelompokkan menjadi 3 kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok serta masalah berorganisasi. Tindakan pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, dan dapat memilih strategi penanggulangannya dengan tepat pula.

1.Masalah Individu/Perorangan
Masalah Individual meliputi :
• Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
• Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)
• Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
• Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.

Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassell (Noorhadi,1985:5), mengemukakan bahwa semua tingkah taku individual merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan, kemungkinan akan terjadi beberapa tindakan siswa yang dapat digolongkan menjadi:
1.Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain (attention getting behavior), misalnya membadut di dalam kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra (pasif).

2. Tingkah-Iaku yang ingin merujukan kekuatan (power seeking behaviours), misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu "Iupa" pada aturan penting di kelas (pasif).


3. Tingkah-Iaku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors), misalnya menyakiti orang lain seperti mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).

4. Peragaan ketidakmampuan (displaying indequacy) yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.

Keempat tindakan yang dilakukan individu tersebut di atas dapat diistilahkan menjadi:
- Pola aktif yang konstruktif
- Pola aktif yang distruktif
- Pola pasif yang konstruktif
- Pola pasif yang distruktif

2. Masalah Kelompok

Masalah Kelompok meliputi :
• Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.
• Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
• Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya.
• “Membombong” anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
• Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
• Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuakan diri dengan keadaan baru.
Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau lemas dan akhirnya siswa menjadi anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bergairah dan belajar dengan baik.

Lois V Johnson dan Mary A Bany mengemukakan ciri-ciri kelompok dalam kelas:

a. Kesatuan kelompok
Kesatuan kelompok memegang peranan penting dalam mempengaruhi anggota-anggotanya bertingkah laku.
b. Interaksi dan komunikasi
Interaksi terjadi dalam komunikasi, kalau beberapa orang anggota mempunyai pendapat tertentu, maka terjadilah komunikasi dalam kelompok dan diteruskan dengan interaksi membahas, pendapat tersebut, yang sering disertai dengan emosi yang mempekuat interaksi.

c. Struktur kelompok
Struktur informal dalam kelompok dapat mempengaruhi struktur formal, bila selalu ditempatkan pada posisi yang tinggi hal ini dapat merusak keakraban kelompok.
d. Tujuan-tujuan kelompok.
Apabila tujuan-tujuan kelompok ditentukan bersama oleh siswa dalam hubungan dengan tujuan pendidikan maka anggota-anggota kelompok akan bekerja lebih produktif menyelesaikan tugasnya. Dengan kata lain siswa akan bekerja dengan baik apabila hal itu berhubungan dengan tujuan-tujuan mereka.
e. Kontrol
Hukum-hukum yang diciptakan bersama bagi siswa yang melanggar, mungkin dapat memperkecil pelanggaran, akan tetapi beberapa soal tetap atau tidak tetap akan tidak dapat belajar dengan baik, hal ini merupakan masalah baru.
f. Iklim Ke!ompok
Iklim Kelompok adalah hasil dari aspek-aspek yang saling berhubungan dalam kelompok. Iklim kelompok ditentukan oleh tingkah keakraban kelompok, sebagai hasil dari aspek-aspek tersebut di atas.


3. Masalah organisasi
Sekolah sebagai organisasi sosial dan sebagai sub sistem dari sistem sosial yang lebih luas termasuk sistem persekolahan nasional. Pengaruh organisasi sekolah dipandang cukup menentukan dalam pengarahan peri/aku siswa. Dengan kata lain guru dan siswa dipengaruhi oleh organisasi sekolah secara keseluruhan, termasuk cara pengelompokan, kurikulum, rencana fisik, peraturan-peraturan, nilai sikap dan tindakan.

Kebijaksanaan dan peraturan sekolah memberi refleksi kepada sikap nilai, organisasi, tujuan dan peri/aku siswa dalam kelas. Dengan kegiatan rutin yang telah diatur secara jelas dan dikomunikasikan kepada seluruh siswa secara terbuka, maka akan menyebabkan tertanam pada diri setiap siswa kebiasaan yang baik dan keteraturan tingkah laku.
Adapun kegiatan-kegiatan rutin yang sudah diatur tersebut antara lain berupa:

1. Penggantian pelajaran, hal rutin semacam ini hendaknya diatur secara tertib.
2. Guru yang berhalangan hadir oleh satu atau lain hal maka siswa harus sudah mengetahui cara mengatasinya.
3. Masalah antara siswa, dapat dipecahkan bersama-sama dengan guru (wakil kelas/ketua kelas/ketua OSIS).
4. Upacara bendera
5. Dan kegiatan lainnya yang harus diatur secara jelas tidak kaku dan harus fleksibel.




B.PENDEKATAN DALAM PENGELOLAAN KELAS

Ketepatan tindakan pengelolaan kelas, dapat dilakukan apabila cara kerja guru dalam pengelola kelas didasari kerangka acuan pendekatan pengelolaan kelas. Selanjutnya, dalam menetapkan pendekatan apa yang akan digunakan hendaknva mempertimbangkan manfaat dan kesesuaian atau kecocokan pendekatan tersebut dengan hakekat masalah yang ditanggulangi. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya memahami dan mempunyai berbagai pendekatan pengelolaan kelas serta memahami kondisi psikologis para siswa yang dihadapinya.

Hal lain yang perlu dimiliki seorang guru adalah sikap profesional dalam pengelolaan kelas. Artinya bahwa walaupun guru sudah yakin atas pilihan pendekatan pengelolaan kelas yang akan digunakannya, tetapi pada kenyataannya hal itu tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka ia hendaknya mampu mengadakan analisis ulang terhadap keadaan atau situasi yang ada sehingga dapat menetapkan altematif pendekatan yang lainnya dan seterusnya. Hal tersebut jelas membedakan sikap seorang profesional dengan seorang tukang atau "Pekerja", dimana seorang tukang menggantungkan diri pada resep-resep atau petunjuk-petunjuk sehingga ia bingung apabila resep atau petunjuk atau teori/dalil yang digunakannya tidak memberikan hasil yang diharapkan.

Berbagai pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan kelas, antara lain sebagai berikut :

1. Pendekatan dengan penerapan sejumlah "Iarangan dan anjuran" .

Pendekatan ini pada pelaksanaannya hampir sama dengan pendekatan otoriter dan pendekatan permisif, karena dalam penerapannya akan muncul bentuk:

a. penghukuman atau pengancaman

b. penguasaan atau penekanan

c. pengalihan atau pemasabodohan

Ketiga bentuk tersebut akan memungkinkan muncul perilaku siswa yang tidak diharapkan seperti tingkah laku negatif, kekerasan, pura-pura patuh, menurunnya semangat siswa atau sikap mencari kambing hitam.
Coba Anda kaji contoh berikut ini, mana yang termasuk bentuk penghukuman, penekanan atau pemasabodohan.

a. "Jika kamu tidak memperbaiki tingkah lakumu, maka saya akan memanggil orang tuamu".

b. "Jika kalian terus begitu, sekarang terserah kalian, apakah akan meneruskan tugas atau bubar saja".

c. "Karena kalian begitu, maka setiap pelajaran dari saya, maka kau Amir, Hasan dan Agus duduk di kantor dan menulis satu buku penuh, saya akan memperbaiki kelakuan saya".

Pendekatan ini dianggap kurang efektif karena pendekatan ini bagi guru bersikap reaktif. Hanya terbatas pada masalah-masalah yang muncul secara insidental saat itu, kurang mengarah pada pemecahan masalah yang bersifat jangka panjang (yang akan datang), bersikap absolut (mutlak) dan tidak membuka peluang bagi pengambilan tindakan-tindakan yang lebih luwes dan kreatif.

Semboyan dari pendekatan ini adalah "Jika terjadi masalah ini lakukanlah itu atau itu". Apabila pendekatan ini dilakukan maka ada beberapa tindakan guru yang perlu diperhatikan antara lain:

o Jangan menegur siswa dihadapan kawan-kawannya

o Apabila memberikan peringatan pada siswa hendaknya tidak merggunakan suara tinggi

o Bersikap tegas dan adil terhadap semua siswa

o Jangan pilih kasih

o Sebelum menghukum siswa, terlebih dahulu buktikan bahwa siswa itu bersalah

o Patuhiah pada aturan-aturan yang sudah Anda terapkan.


2. Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku (Behavior Modification)

Pendekatan ini bertolak dari psikologi Behavioristik. Yang menganggap bahwa semua tingkah laku merupakan hasil belajar. Dan juga berdasarkan prinsip psikologi bahwa setiap individu perlu diperhitungkan dalam proses pembelajaran. Prinsip psikologi tersebut adalah, meliputi:

1. Tindakan penguatan positif, yaitu memberikan stimulus positif, berupa ganjaran atau pujian terhadap perilaku atau hasil yang memang diharapkan, misalnya berupa ungkapan seperti "Nah seperti ini kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi mudah dibaca". Jenis-jenis penguatan positif itu ada yang:

a. Penguatan primer (dasar) yaitu penguatan-penguatan yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk berlangsungnya hidup, seperti, makanan, air,udara yang segar dan sebagainya. Suasana seperti ini dapat membentuk perilaku siswa yang baik dan betah di dalam kelas.

b. Penguatan sekunder bersyarat yang menjadi penguat sebagai hasil proses belajar atau dipelajari, seperti diperhatikan, pujian (penguat sosial), nilai angka, rangking (penguatan simbolik), kegiatan atau permainan yang disenangi siswa (penguatan bentuk kegiatan).

1. Ditinjau dari segi waktu, penguatan positif bisa diberikan secara:

a. Terus menerus pada setiap kali terjadi perbuatan baik atau yang diharapkan

b. Tenggang waktu atau berkala, yaitu setelah jangka jam pelajaran dimulai, atau setiap "sekian" kali perbuatan.
Ada dua macam penjadwalan dalam panguatan berkala yaitu:

c. Penjadwalan interval yaitu pemberian penguatan siswa setiap jangka waktu tertentu. Misalnya setiap satu jam, seperti gambar berikut:



Keterangan :
0 = pemberian penguatan
+ = tingkah laku yang dimaksud


d. Penjadwalan rasio



Pada umumnya, penjadwalaninterval lebih efektif untuk "Mempertahankan" tingkah laku yang dimaksud terus menerus terjadi. Dan penjadwalan rasio lebih efektif untuk "Meningkatkan frekuensi penampilan tingkah laku yang dimaksud" .

Yang perlu diperhatikan guru juga adalah bahwa makna suatu penguat bersifat "Unik" artinya sangat tergantung pada si pemberi dan si penerima penguat tersebut. Apa yang oleh seorang siswa dianggap sebagai penguat, bagi siswa lain belum tentu diterima demikian. Dalam hal ini, pemahaman guru terhadap kondisi psikologis siswa akan sangat membantu.


Ada tiga cara yang dikenal dalam upaya pemilihan dan penerapan tindakan penguat, yaitu:

o Memperhatikan gelagat/tanda-tanda atau petunjuk khusus dengan cara mengamati hal-hal apa yang ingin dilakukan oleh siswa.

o Memperhatikan petunjuk-petunjuk tambahan dengan mengamati apa yang terjadi setelah siswa menampilkan perilaku tertentu. Dalam hal ini guru mencoba menetapkan tindakan dan perilaku apa yang dilakukan guru dan temanteman siswa itu yang tampaknya menguatkan perilaku siswa yang bersangkutan.

o Memperoleh petunjuk-petunjuk tambahan dengan cara langsung bertanya kepada siswa yang bersangkutan apa yang ingin dimilikinya, dan untuk apa untuk siapa biasanya siswa itu melakukan sesuatu yang berarti.

2. Tindakan penghukuman, yaitu suatu penampilan perangsang yang tidak diinginkan atau tidak disukai, dengan harapan menurunkan frekuensi pemunculan tingkah laku yang tidak dikehendaki. Tindakan hukuman dalam pergelolaan kelas masih bersifat kontroversial (dipertentangkan). Sebagian menganggap bahwa hukuman merupakan alat yang efektif untuk dengan segera menghentikan tingkah laku yang tidak dikehendaki, sekaligus merupakan contoh "yang tidak dikehendaki" bagi siswa lain. Sebagian lain melihat bahwa akibat sampingan dari hubungan pribadi antara guru (yang menghukum) dan siswa (terhukum) menjadi terganggu, atau siswa yang dihukum menjadi "Pahlawan" di mats teman-temannya.


3. Tindakan penghilangan, yaitu tidak memberikan ganjaran yang diharapkan seperti yang lalu (menahan pemberian penguatan positif), atau pembatalan pemberian ganjaran yang sebenarnya diharapkan siswa. Contoh: Didi yang waktu sebelumnva mendapat pujian alas hasil pekerjaannya baik dan rapi yang diserahkan kepada Pak Umar, pada waktu penyerahan pekerjaan berikutnya dengan hasil yang sama, Pak Umar menerima dan memeriksa tanpa memberi pujian.

4. Tindakan penguatan negatif, yaitu meniadakan perangsang yang tidak menyenangkan atau tidak disukai. Atau dengan kala lain menghilangkan hukuman. Contoh : Wawan yang waktu sebelumnya dimarahi Pak guru karena pekerjaannya tidak benar dan tidak rapi, pada pengumpulan tugas berikutnya Pak guru tidak memarahinya lagi.

Harapan dari tindakan-tindakan tersebut dapat menghentikan atau mengurangi perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki serta dapat meneruskan atau meningkatkan perilaku-perilaku yang dikehendaki. Seperti digambarkan pada contoh-contoh di atas, guru dapat menumbuhkan perilaku-perilaku yang dikehendaki pada diri siswa melalui penerapan penguatan positif dan penguatan negatif. Dan guru mengurangi perilaku siswa yang tidak dikehendaki melalui penerapan penghukuman dan penghilangan.

Berdasarkan uraian di alas dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan perubahan tingkah laku (behavior modivication) mengandung prinsip.

Mengabaikan persetujuan atas tingkah laku yang tidak diinginkan, menunjukan persetujuan atas tingkah laku yang diinginkan, itu sangat efektif menumbuhkan tingkah laku yang baik pada siswa.

Menunjukan persetujuan atas tingkah laku yang baik merupakan kunci pengelolaan kelas yang efektif. Untuk lebih jelasnya, coba Anda perhatikan diagram prinsip penguatan tingkah laku berikut ini:



3. Pendekatan Iklim Sosioemosional (Sosio-Emotional Climate)

Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa:

1. Proses pembelajaran yang efektif mempersyaratkan adanya iklim sosioemosional yang baik artinya suasana hubungan interpesonal yang baik antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa

2. Guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosioemosional yang baik itu. Oleh karena itu, pendekatan ini berkeyakinan bahwa suasana atau iklim kelas yang baik berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar. Hubungan guru dengan siswa yang penuh simpati dan saling menerima merupakan kunci pelaksanaan dari pendekatan ini. Dengan demikian, pendekatan ini menekankan pentingnya tingkah laku atau tindakan guru yang menyebabkan siswa memandang guru itu benar-benar terlibat dalam pembinaan siswa dan memperhatikan apa yang dialami siswa balk suka maupun duka. Implikasi dari pendekatan ini adalah bahwa siswa bukan semata-mata sebagai individu yang sedang mempelajari pelajaran tertentu, tetapi dipandang sebagai keseluruhan pribadi yang sedang berkembang. Upaya-upaya yang dapat dilakukan guru dalam penerapkan pendekatan ini antara lain:

a. Membantu setiap anak untuk menyadari dan menerima dirinya masing-masing (Ke "diri" annya).

b. Menyiapkan masing-masing anak untuk memberi kontribusi (sumbangan)kepada bermacam-macam antivitas di kelas.

c. Menyadari siswa untuk menerima dan mengerti perbedaan-perbedaan individual (masing-masing siswa)

d. Membuat rencana kerja sehingga kemampuannya masing-masing anak dalam kelas bermanfaat.


Susunan yang tercipta, hubungan interpersonal dan iklim sosioemosonal dapat dilihat diagram berikut ini:



DIAGRAM HUBUNGAN INTERPERSONAL



Tiga jenis sikap guru sebagaimana tercantum pada diagram merupakan dasar yang dapat menumbuhkembangkan hubungan interpersonal antara guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Sikap-sikap tersebut dapat dijabarkan menjadi tindakan-tindakan guru, sebagai berikut:

1. Guru berusaha menyusun program kelas dan pelaksanaannya yang didasari oleh hubungan manusiawi yang diwarnai oleh sikap saling menghargai dan saling menghormati antar personal di kelas.

2. Setiap siswa diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan kelas sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga timbul suasana sosial dan emosional yang menyenangkan pada setiap siswa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing.

3. Bersikap terbuka untuk bersedia mendengar pendapat, saran, gagasan dan lain-lain dari siswa sehingga pengelolaan kelas berlangsung dinamis.

4. Menjalin hubungan yang harmonis dan manusiawi yang penuh saling pengertian, saling menghormati dan saling menghargai antara sesama guru.

4. Pendekatan Proses Kelompok (Group Proses)
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa:

1. Pengalaman belajar di sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu kelompok kelas.

2. Tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang efektif dan produktif.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka susunan atau pengelolaan kelas dengan pendekatan ini memiliki ciri sistem sosial sebagaimana dijumpai di luar sekolah, tentu saja dengan aktivitas mengarah pada perilaku atau tujuan yang dikehendaki. Lois V. Johnson dan Mary A. Bany (1970) dalam (Noorhadi 1985:27) mengemukakan bahwa kelompok sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a. multi personal dengan tingkat keakraban tertentu;

b. suatu sistem interaksi;

c. suatu organisasi atau struktur;

d. suatu motif tertentu atau mempunyai tujuan bersama;

e. suatu kekuatan atau standar tingkah laku tertentu; dan

f. mempunyai pola tingkah laku yang dapat diobservasi yang merupakan kepribadian suatu kelompok.

Johnson dan Bany (1970) dalam (Noorhadi, 1985:28) mengemukakan hal-hal yang berkaitan dengan proses kelompok.

a. Keakraban, yaitu sifat saling tertarik atau saling membutuhkan antara sesama siswa/anggota sehingga mereka menjadi suatu ikatan.

b. Solidaritas, yaitu kesatuan dan persetujuan yang komplit dalam segi-segi tujuan, pendapat, minat, dan perasaan kelompok yang memiliki solidaritas mampu mencegah timbulnya ancaman dari luar yang dapat memecah belah kelompoknya.

c. Loyalitas, yaitu keinginan para anggotanya terhadap kelompok itu sendiri. Nampak dalam bentuk-bentuk norma atau nilai sosial yang diidentifikasi oleh kelompok. Norma dan nilai sosial ini diwujudkan bila anggotanya mendapat suatu ancaman dan bencana dan berusaha untuk mempertahankan dirinya.

d. Moral yang dianut untuk menciptakan keakraban tidak hanya perasaan bersatu tetapi merupakan kualitas yang tersembunyi yang membuat kelompok gigih mempertahankan diri dalam menghadapi kesulitan.

e. Kepuasaan, yaitu kondisi yang memberi pengaruh kepada anggota-anggotanya menyebabkan mereka bekerja secara harmonis bersama-sama terutama dalam menghadapi kesulitan.

f. Iklim, yaitu kondisi yang dirasakan dalam kelompok, iklim ini berkaitan dengan kondisi tegang, sepi, tenang, balk. hangat, persahabatan, dan sebagainya.
Dari pendapat Johnson & Bany di atas dapat disimpulkan bahwa kesatuan kelompok yaitu:

a. keakraban kelompok, bergantung kepada tingkat saling menerima dan menyenangi antara anggota dalam kelompok, dan

b. kesatuan bersumber dart rasa memiliki. Karena itu guru harus berupaya agar anggota/siswa diterima dan disukai oleh teman-temannya dalam kelas.

c. kesatuan dan kerjasama kelompok dipengaruhi oleh adanya kepuasan kebutuhan yang dimanifestasikan dalam bentuk pengakuan kelompok dan antar hubungan siswa yang harmonis.

Schmuck dalam (Noorhadi, 1985 : 28) mengemukakan enam unsur yang berkenaan dengan pengelolaan kelas melalui pendekatan proses kelompok, yaitu:


a. Harapan, adalah prestasi yang ada pada guru dan siswa berkenaan dengan hubungan mereka. Harapan merupakan ramalan tentang apa yang diperbuat oleh diri sendiri dan orang lain dalam sating berhubungan itu. Dengan demikian harapan yang menyangkut bagaimana anggota-anggota kelompok akan berperilaku akan amat berpengaruh terhadap bagaimana guru dan siswa akan berperilaku dalam sating berhubungan. Satu kelompok kelas yang efektif akan terjadi apabiia harapan yang berkembang pada diri guru dan siswa adalah tepat, realistik, dan jelas dimengerti oleh guru dan siswa. Perilaku guru menampakkan harapan-harapan yang berkenaan dengan perilaku siswa, dan dengan demikian siswa akan berperilaku sesuai dengan harapan guru itu.

b. Kepemimpinan dalam hal ini diartikan sebagai perilaku yang mendorong kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan. Dengan demikian perilaku kepemimpinan tidak dapat dipisahkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh anggota dalam: • membantu menumbuhkan norma kelompok; • menggerakan kelompok mendekati pencapaian tujuan; • meningkatkan mutu interaksi antar anggota ketompok; dan • mengembangkan kerataan hubungan dalam kelompok. Guru yang efektif adalah guru yang mampu menciptakan iklim dimana siswa mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sehingga semua anggota kelompok merasakan bahwa mereka memliki kekuatan dan harga diri untuk melaksanakan tugas-tugas akademik dan tugastugas lain yang dibebankan kepada mereka.

c. Kemenarikkan, adalah berkaitan dengan pola keakraban yang terdapat dalam kelompok kelas. Kemenarikkan juga dapat diartikan sebagai tingkat hubungan persahabatan di antara anggota kelompok kelas. Tingkat kemenarikkan ini tergantung kepada sampai sejauh hubungan interpersonal yang positif di antara anggota kelompok kelas, misalnya bagaimana guru berusaha untuk meningkatkan sikap menerima dari pacta anggota kelas terhadap kehadiran siswa/anggota baru yang selama ini mereka menolak.


d. Norma merupakan suatu pedoman tentang cara berpikir, cara berperilaku, dan rasa yang diakui bersama oleh anggota kelompok. Hubungan interpersonal sangat dipengaruhi oleh norma ini, sebab norma memberikan pedoman tentang apa yang dapat diharapkan dari orang lain dan yang harus dilakukan terhadap orang lain. Kelompok kelas yang efektif ditandai norma yang produktif. Dalam hal ini tugas guru adalah membantu kelompok untuk mengembangkan, menerima dan mempertahankan normanorma kelompok yang produktif. Metode disukai kelompok yang produktif dapat mengubah norma-norma yang tidak produktif.

e. Komunikasi, merupakan dialog antar anggota kelompok baik melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Komunikasi memungkinkan terciptanya interaksi yang bermakna di antara anggota kelompok dan memungkinkan terciptanya proses kelompok. Komunikasi yang efektif ditandai dengan penafsiran secara benar dan tepat proses yang disampaikan, dengan demikian tugas guru adalah mempunyai arah ganda, artinya guru bertugas membuka seluruh komunikasi yang memungkinkan siswa secara bebas mengemukakan pikiran dan perasaannya, di samping itu juga menarik pikiran dan perasaan yang mereka komunikasikan kepada guru. Sebagai tambahan, guru perlu juga membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan khusus berkomunikasi, seperti membuat paraphase dan mengemukakan balikan.







f. Keeratan berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dipunyai kelompok kelas, atau merupakan jumlah keseluruhan dari rasa yang dipunyai oleh semua anggota kelompok terhadap kelompok itu. Keeratan ini menekankan hubungan individu terhadap kelompok secara keseluruhan, bukan terhadap individu-individu lain di dalam kelompok, keeratan dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini:

-besar kecilnya minat terhadap tugas-tugas kelompok;

-sejauh mana sikap sating menyukai terhadap sesama anggotanya; dan

-sejauh mana kelompok memberikan prestasi tertentu kepada anggotanya.


Berdasarkan uraian di alas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas dengan pendekatan proses kelompok adalah sebagai berikut.

a.Guru hendaknya mampu membentuk dan memelihara kelompok kelas maupun kelompok keciI , yang efektif dan produktif.

b.Kelompok efektif dan produktif dapat terjadi apabila dalam kelompok tersebut memiliki harapan, kepemimpinan, keterkaitan, suasanaliklim, baik fisik (tempat, udara dan sebagainya) maupun non fisik (solidaritas, loyalitas, kepuasan, keakraban), norma aturan dan komunikasi.

c.Guru tanggap dan mampu merubah kelompok yang tidak efektif dan tidak produktif.

5. Pendekatan Elektis (Electic approach)

Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan inisiatif guru dalarn memilih berbagai pendekatan dalam satu situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan elektis memungkinkan digunakannya dua atau lebih pendekatan dalam satu situasi pembelajaran. Penggunaan pendekatan ini menuntut pula kemampuan guru untuk berimprovisasi dalam menghadapi masalah yang dihadapi siswa. Guru tidak hanya terpaku pada penerapan salah satu pendekatan dalam perbaikan tingkah laku siswa, tetapi dalam melaksanakan tugasnya hendaknya mampu menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut secara bersamaan dua atau tiga pendekatan.







C.PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS

Pengelolaan kelas merupakan suatu tindakan yang menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar. Tindakan optimal yang dilakukan guru dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas bukanlah tindakan yang imaginatif semata-mata akan tetapi memerlukan kegiatan yang sistematik berdasarkan langkah-Iangkah bagaimana seharusnya kegiatan itu dilakukan. Jadi prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah-Iangkah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas dilakukan untuk terciptanya kondisi belajar yang optimal serta rnempetahankan kondisi tersebut agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien.

Langkah kegiatan pengelolaan kelas mengacu kepada tindakan pengcegahan (preventif) dengan tujuan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yangmenguntungkan, dan tindakan korektif yang merupakan tindakan koreksi terhadap tingkah laku menyimpang yang dapat mengganggu kondisi optimal dari proses belajar mengajar yang sedang berlangsung melalui pengambilan tindakan pada saat terjadinya gangguan terhadap kondisi optimal balajar mengajar (dimensi tindakan), dan pengambilan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang telah terlanjur agar penyimpangan tersebut tidak menjadi berlarut-Iarut (tindakan kuratif).

Atas dasar tindakan dalam kegiatan pengelolaan kelas dapat dikelompokkan dalam dua tindakan, yaitu:

Dimensi pencegahan (preventif) , merupakan tindakan dalam mengatur siswa dan peralatan serta format belajar mengajar yang tepat sehingga menimbulkan kondisi yang menguntungkan bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Prosedurnya dalam hal ini berupa langkah-Iangkah yang harus direncanakan guru untuk menciptakan suatu struktur kondisi yang fleksibel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Prosedur tindakan pencegahan ini diarahkan pada pelayanan perkembangan tuntutan dan kebutuhan siswa baik secara individual maupun kelompok-kelompok dapat berupa kegiatan contoh-contoh ataupun berupa informasi.


Dimensi kuratif, merupakan tindakan tingkah laku yang menyimpang yang sudah terlanjur terjadi agar penyimpangan itu tidak berlarut-Iarut. Dalam hal ini guru berusaha untuk menimbulkan kesadaran akan penyimpangan yang dibuat akhirnya akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk rnemperbaiki diri sendiri melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan dua tindakan dalam kegiatan pengelolaan kelas, maka prosedur pengelolaan kelas yang dapat dilakukan berkaitan dengan kedua tindakan tersebut, yaitu prosedur dimensi pencegahan/preventif dan prosedur dimensi kuratif.






Langkah-Iangkah yang harus ditempuh dalam pengelolaan pencegahan adalah sebagai berikut:

1.Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Sikap guru terhadap kegiatan profesinya akan banyak mempengaruhi terciptanya kondisi belajar mengajar atau menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar.

Oleh karena itu, langkah utama dan pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah "Peningkatan kesadaran diri" sebagai guru. Apabila seorang guru sadar akan profesinya sebagai guru pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.

Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak dalam sikap guru yang demokratis tidak otoriter, menunjukan kepribadian yang stabil, harmonis serta berwibawa. Sikap demikian pada akhirnya akan menumbuhkan atau menghasilkan reaksi serta respon yang positif dari siswa.

2. Peningkatan kesadaran siswa
Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada artinya tanpa diikuti meningkatnya kesadaran siswa sebab apabila siswa tidak atau kurang memiliki kesadaran terhadap dirinya tidak akan terjadi interaksi yang positif dengan guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Pada akhimya dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya kesadaran siswa terhadap dirinya ditandai dengan sikap yang mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, dan sikap tersebut akan memungkinkan siswa melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji.

Untuk menanggulangi atau mencegah munculnya sikap negatif tersebut guru harus berupaya meningkatkan kesadaran siswa melalui tindakan sebagai berikut:

a. Memberitahukan kepada siswa tentang hak dan kewajiban siswa sebagai anggota kelas.

b. Memperhatikan kebutuhan dan keinginan siswa.

c. Menciptakan suasana adanya saling pengertian yang baik antara guru dan siswa.

3. Sikap Polos dan Tulus dari Guru
Guru dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru dalam tindakan dan sikap keseharian selalu "Apa adanya" tidak berpura-pura. Tindakan dan sikap demikian akan merupakan rangsangan positif bagi siswa dan siswa akan memberikan respon atau reaksi positif. Penciptaan suasana sosioemosional di dalam kelas akan banyak dipengaruhi oleh polos tidaknya dan tulus tidaknya sikap guru yang pada gilirannya akan berpengaruh penciptaan kondisi lingkungan yang optimal dalam rangka proses belajar mengajar.


4. Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan
Langkah ini mengharuskan guru agar mampu:

a. Mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang bersifat individual atau kelompok. Termasuk di dalamnya penyimpangan yang sengaja dilakukan siswa hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman-temannya.

b. Mengenal berbagai pendekatan dan pengelolaan kelas dan menggunakan sesuai dengan situasi atau menggantinya dengan pendekatan lain yang telah dipilihnya apabila pilihan pertama mengalami kegagalan.

c. Mempelajari pengalaman guru-guru lainnya baik yang gagal atau berhasil sehingga dirinya mempunyai alternatif yang bervariasi dalam berbagai problem pengelolaan.


5. Menciptakan "kontrak sosial"
Kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan "Standar tingkah laku" yang diharapkan dan memberikan gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Dengan kata lain "Standar tingkah laku yang memadai dalam situasi khusus".

Suatu persetujuan umum tentang bagaimana sesuatu dibuat, tindakan sehari-hari yang bagaimana yang diperbolehkan. Standar tingkah laku ini tidak membatasi kebebasan siswa akan tetapi merupakan tindakan pengarahan ke arah tingkah laku yang memadai atau yang diharapkan dalam beberapa situasi.

Standar tingkah laku harus melalui "Kontrak sosial" dengan siswa. Dalam arti bahwa aturan yang berkaitan dengan nilai atau norma yang turun dari atasan (guru/sekolah) tidak timbul dari bawah akan mengakibatkan aturan tersebut kurang dihormati atau ditaati, sehingga perumusannya perlu dibicarakan atau disetujui bersama oleh guru dan siswa.

Kebiasaan yang terjadi dewasa ini aturan-aturan sebagai "Standar tingkah laku" berasal dari atas, siswa hanya menerima apa adanya dan tidak punya pilihan lain. Kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan dalam pengelolaan kelas karena siswa tidak merasa membuat serta memiliki peraturan sekolah yang ada. Kelima langkah tersebut digambarkan pada diagram sebagai berikut.












DIAGRAM PROSEDUR PENGELOLAAN DIMENSI PENCEGAHAN

Langkah-Iangkah pengelolaan dimensi penyembuhan (kuratif) meliputi hal-hal berikut:

a. mengidentifikasi masalah; Pada langkah pertama ini guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam kelas. Dari masalah-masalah tersebut guru harus dapat mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui siswa yang melakukan penyimpangan tersebut.

b. menganalisa masalah; Pada langkah kedua ini, kegiatan guru adalah berusaha untuk menganalisa penyimpangan tersebut dan menyimpulkan latar belakang dan sumber dari pada penyimpangan itu. Setelah diketahui sumber penyimpangan guru kemudian melanjutkan usahanya untuk menentukan alternatif-alternati penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan tersebut.


c. Menilai alternatif-alternatif pemecahan, menilai dan melaksanakan salah satu alternatif pemecahan Pada langkah ketiga ini, kegiatan yang dilakukan adalah memilih alternatif berdasarkan sejumlah alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Artinya alternatif mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut.

d. Melaksanakan alternatif yang telah ditetapkan Setelah ditetapkan alternatif yang tepat maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan alternatif tersebut.

e. Mendapatkan balikan dari hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimaksud. Langkah ini didahului dengan langkah monitoring yaitu kegiatan untuk mendapatkan data yang merupakan balikan untuk menilai apakah pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran sesuai dengan yang direncanakan atau bahkan terjadi perkembangan baru yang lebih baik, semua ini merupakan dasar untuk melakukan perbaikan program. Apabila langkah prosedur pengelolaan penyembuhan kuratif ini digambarkan dalam bentuk diagram, maka akan terlihat sebagai berikut:


DIAGRAM PROSEDUR PENGELOLAAN DIMENSI PENYEMBUHAN (KURATIF)








D.RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS

Guru perlu mengetahui dan mengenal masalah pengelolaan kelas baik dimensi preventif maupun kuratif serta menguasai prosedur pelaksanaannya. Hal ini merupakan dasar yang diperlukan untuk menyusun rancangan prosedur lebih rinci pengelolaan kelas. Dengan kata lain, penyusunan rancangan prosedur pengelolaan kelas harus di landasi oleh prosedur pengelolaan baik dimensi preventif maupun kuratif.

Penyusunan rancangan prosedur ini, berarti guru menentukan serangkaian kegiatan tentang langkah-Iangkah pengelolaan kelas yang disusun secara sistematis berdasarkan pemikiran yang rasional guna menciptakan kondisi lingkungan yang memberi kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar.

Pengelolaan kelas merupakan langkah kegiatan yang dapat berdimensi preventif dan kuratif sehingga perencanaan prosedur pengelolaan kelas ke arah dimensi preventif dan dimensi kuratif yang kesemuanya bermuara atau menuju pada tujuan yang diharapkan, yaitu terciptanya kondisi serta mempertahankan kondisi optimal yang mendukung terlaksananya proses belajar mengajar. Untuk jelasnya rancangan prosedur pengelolaan kelas ini dapat divisualisasikan melalui bagan berikut.

DIAGRAM DIMENSI PREVENTIF DAN KURATIF PENGELOLAAN KELAS


Dalam penyusunan rancangan prosedur pengelolaan kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Pemahaman terhadap arti, tujuan dan hakikat pengelolaan kelas.
2. Pemahaman terhadap hakikat siswa yang dihadapinya.
3. Pemahaman terhadap penyimpangan yang dihadapinya.
4. Pemahaman terhadap pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan kelas.
5. Pemilikan pengetahuan dan keterampilan dalam membuat rancangan prosedur pengelolaan kelas.

Kelima faktor di atas merupakan hal-hal yang patut dipertimbangkan dalam penyusunan rancangan prosedur pengelolaan kelas. Atas dasar faktor-faktor yang dikemukakan di atas dapat divisualisasikan melalui diagram berikut.
DIAGRAM LANGKAH-LANGKAH RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS


Setelah rancangan prosedur pengelolaan kelas selesai dirumuskan, maka hal yang penting berikutnya adalah proses pelaksanaan rancangan tersebut. Dalam pelaksanaan proses ini faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan rancangan.
2. Sikap, tingkah laku dan kepribadian guru.
3. Kemampuan berinteraksi dengan siswa.

Jadi selama rancangan ini dilaksanakan, fungsi dan peranan guru sangat menentukan. Di samping itu, guru harus melaksanakan monitoring untuk mengetahui sejauh mana hasil pemecahan masalah itu dilaksanakan dan ditaati ataukah telah terjadi perkembangan baru. Hasil monitoring ini dijadikan dasar untuk mendapatkan umpan balik, yaitu untuk menentukan langkah-Iangkah selanjutnya.

D.PENGELOLAAN DAN PENGATURAN LINGKUNGAN FISIK KELAS

1.Lingkungan Fisik Kelas

Guru harus dapat menciptakan lingkungan kelas yang membantu perkembangan pendidikan subyek didiknya (siswa). Dengan teknik motivasi yang akurat, guru dapat menciptakan kontribusi iklim kelas yang sehat. Lingkungan ini hendaknya mencerminkan kepribadian guru dan perhalian serta penghargaan atas usaha siswanya. Siswa harus dibuat secara terus menerus memberikan reaksi pada lingkungan, sehingga pengalaman belajar dapat terjadi sesuai dengan kondisi yang diinginkan.

Langkah-Iangkah praktis yang dapat ditempuh antara lain sebagai berikut :

a) Lingkungan fisik kelas harus bersih dan sehat. Harus ada bukti bahwa keprihatinan guru tidak hanya terhadap kebersihan kelas akan tetapi juga untuk kesehatan semua siswanya.

b) Kelas adalah tempat anak menghabiskan sebagian besar kegiatan, ahli pendidikan seperti John Dewey merumuskan agar ruangan kelas itu sedapat mungkin seluas rumah, sehingga siswa dapat berkembang semaksimal mungkin.

c) Kelas sedapat mungkin harus merupakan suatu tempat yang indah dan menyenangkan. Dinding kelas harus dibuat hidup dengan proses kerja yang dilakukan oleh siswa, dan dengan koleksi benda-benda yang menarik dari daerah sekitarnya. Guru harus selalu ingat bahwa setiap benda yang ada dalam kelas itu menyampaikan pesan dan dapat menjadi butir fokal kegiatan belajar.

d) Guru membagi dan membuat tanggung jawab latar belakang fisik itu menjadi milik siswa yang ada di kelas tersebut, dan tidak hanya milik guru. Siswa harus aktif dalam membuat keputusan mengenai tata pameran, dekorasi dan sebagainya.

e) Banyak hal yang harus dipertimbangkan bila mengorganisasi lingkungan fisik kelas. Penataan dan dekorasi harus terlihat oleh semua siswa, dan juga harus sering diubah. Setiap gambar dan dekorasi harus mempunyai maksud tujuan tertentu. Oleh karena itu gambar dan dekorasi harus diganti apabila tujuan telah tercapai. Lingkungan fisik kelas harus menyampaikan pesan kepada siswa yang ada di dalam kelas dan harus menyajikan fenomena yang dinamis.

f) Lingkungan fisik kelas harus mengandung unsur kesehatan. Sebagai tambahan pada semua hal tersebut di atas, peredaran udara dan cahaya yang memadai sangat diperlukan. Bila sinar matahari masuk terlalu tajam pada papan tulis atau wajah siswa, atau hila ada tetesan air pada musim hujan guru harus berusaha sedapat mungkin supaya semuanya itu tidak mengganggu. Guru harus menyadari adanya hubungan yang erat antara lingkungan fisik kelas, iklim emosional kelas dan moral seluruh siswa.

2. Pengaturan Tempat Duduk Siswa

Pengaturan tempat duduk paling populer di kebanyakan kelas adalah siswa secara berderet menghadap ke papan tulis dan guru. Pada umumnya tempat duduk siswa diatur menurut tinggi pendeknya siswa. Yang tinggi duduk di belakang yang pendek di depan. Pada situasi tertentu misalnya, jika ada siswa yang tidak dapat melihat jarak jauh atau pendengarannya kurang, atau jika banyak yang membuat gaduh, siswa tersebut duduk di deretan paling depan tanpa menghiraukan tinggi badannya.

Tipe pengaturan tempat duduk seperti ini tampaknya sangat baik untuk pengajaran formal. Semua siswa duduk dalam deretan lurus dengan siswa yang tertinggi duduk di belakang dan yang terpendek di depan. Papan tulis terletak di muka semua siswa dan guru mengambil posisi tidak jauh dari papan tulis. Dengan demikian papan tersebut mudah dicapai guru dan dapat dilihat oleh semua siswa. Jenis pengaturan tempat duduk seperti ini juga memudahkan bergerak antara deretan dan pengumpulan serta pembagian buku dan bahan lain.

Bila digambarkan maka tipe pengaturan tempat duduk tradisional seperti tersebut di atas seperti yang dikemukakan Noorhadi 1985:45 adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Pengaturan Tempat Duduk pada Umumnya


Jenis pengaturan tempat duduk seperti dijelaskan di atas kadang-kadang mengurangi kemampuan belajar siswa. Posisi guru membuat dirinya mempuryai otoritas mutlak dan memberikan pengaruh langsung yang besar kepada siswa akhirnya siswa menjadi terlalu tergantung. Tidak ada kelompok kerja yang dapat dilakukan. Komunikasi antara siswa sangat terbatas.

Tipe atau pola pengaturan tempat duduk yang kedua adalah: Pola pengaturan tempat duduk yang berkelompok. Pola ini mengatur tempat duduk secara berkelompok. Siswa dapat berkomunikasi dengan mudah satu sama lain dan dapat berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya secara tak terbatas. Pola ini lebih mudah bagi siswa untuk bekerja sama dan menolong satu sama lain sebagai teman sebaya.

Kepemimpinan dan kerja sama merupakan dua unsur yang penting dari hubungan kelas, sebagai akibat dari pola tempat duduk ini. Bila anak perlu mengerjakan tugas kelompok atau memecahkan masalah secara bersama-sama, guru diserahkan memakai pola susunan tempat duduk berkelompok. Tempat duduk dengan pola berkelompok ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2 Tempat Duduk dengan Pola Berkelompok



Pada pola ini guru sebaiknya membatasi besarnya tiap kelompok agar tidak lebih dari enam anak. Pembatasan ini dapat mencegah adanya siswa yang bersembunyi di belakang teman-teman lainnya dan tidak berpartisipasi penuh dalam kegiatan kelompok. Kadang-kadang guru harus memutuskan sendiri susunan kelompok siapa-siapa yang menjadi anggotanya tetapi pada saat lain siswa juga perlu diberi kesempatan memutuskan sendiri menjadi anggota kelompok yang sesuai dengan pilihannya.

Setiap kelompok harus ada pemimpinnya, namun sebaiknya kepemimpinan dilakukan secara bergilir, sehingga setiap siswa sekurang-kurangnya memperoleh kesempatan untuk memimpin.

Dalam situasi ini, otoritas guru berperan dalam posisi terdesentralisasi. Dia hanya memberi bimbingan kepada siswa. Pola pengaturan tempat duduk yang ketiga adalah pola pengaturan tempat duduk formasi tapal kuda. Pada pola ini; posisi guru berada di tengah-tengah siswanya. Pola semacam ini dapat dipakai jika pelajaran banyak diterapkan diskusi antara siswa dengan guru seperti ini menggaris bawahi otoritas guru dan sekaligus juga memisahkan guru dari kelompok. Namun kelompok tetap dalam pengawasan guru bagaikan sinar yang memanear ke setiap anggota kelompok yang duduk dalam formasi ini.

Hal ini juga memudahkan waktu pengaturan berkonsultasi dan berkomunikasi. Demikian pula banyak membuang waktu jika pengaturan seperti ini diubah menjadi pola berkelompok. Atau formasi kelompok keeil. Begitu juga sebaliknya, lebih-Iebih bila kelompok itu harus berkumpul untuk menyajikan laporan kelompoknya.



Gambar 3 Pengaturan Tempat Duduk dengan Formasi Tapal Kuda


Pola pengaturan keempat adalah pola pengaturan tempat duduk meja bundar dan persegi. Pengaturan semacam ini juga baik untuk mangajar yang disajikan dengan diskusi. Bentuk formasinya bisa bulat atau bisa persegi. Berbeda dengan pola tapal kuda, otoritas guru sama sekali tidak terpusat dan kepemimpinan formal tidak berperan sama sekali. Hakikatnya, dalam pengaturan seperti ini biasanya tidak ada pemimpin kelompok. Bila ada yang harus direkam atau didengarkan maka bentuk ini adalah yang paling baik. Seandainya ada satu obyek yang harus diragakan atau dalam pengajaran olahraga, seni tari pada saat guru memberi contoh gerakan-gerakan yang diajarkan, maka guru berada di tengah-tengah, sehingga mudah dilihat dan diberi komentar oleh samua siswa. Selama kegiatan kelas tertentu, baik sekali untuk tidak membatasi siswa dengan tipe pengaturan tempat duduk yang khusus. Siswa diperbolehkan dengan siswa siapa saja yang ia pilih dimanapun untuk belajar dengan baik. Di sini perlu ditekankan bahwa guru harus dapat melihat apa yang terjadi di berbagai lokasi tempat duduk berada. Pola pengaturan tempat duduk meja bundar dan persegi dapat digambarkan seperti berikut ini.





Gambar. 4 Pola Pengaturan Tempat Duduk Meja Bundar dan Persegi.











E.PENGELOLAAN DISIPLIN KELAS

1.Pengertian Disiplin Kelas

Perkataan disiplin berasal dari bahasa Yunani "Disciplus" yang artinya murid atau pengikut seorang guru. Seorang murid atau pengikut harus tunduk kepada peraturan, kepada otoritas gururya. Karena itu disiplin berarti kesediaan untuk mematuhi ketertiban agar murid dapat belajar. Adapun menurut kamus umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta, istilah disiplin mengandung pengertian sebagai berikut:

- Latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati lata tertib di sekolah.

- Ketaatan pada aturan dan lata tertib.

disiplin adalah rasa tanggung jawab dari pihak murid berdasarkan kematangan rasa sosial untuk mematuhi segala aturan dan lata tertib di sekolah sehingga dapat belajar dengan baik. Dan juga disiplin bukan hanya suatu aspek tingkah laku siswa di dalam kelas/sekolah saja, melainkan juga di dalam kehidupannya di masyarakat sehari-hari.

Dengan demikian anak yang tidak mengenal disiplin akan cenderung menjadi anak nakal/pembangkang, oleh karena itu pembentukan disiplin adalah sejalan dengan pendidikan watak. Dengan disiplin dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur atau mengontrol perilaku anak untuk mencapai tujuan pendidikan karena ada perilaku yang harus dicegah atau dilarang dan sebaliknya harus dilakukan. Pembentukan disiplin pada saat sekarang bukan sekedar menjadikan anak agar patuh dan taat pada aturan tata tertib tanpa alasan mau menerima begitu saja, melainkan sebagai upaya mendisiplinkan diri sendiri (self discipline) atau self control, artinya ia berperilaku baik, patuh dan taat pada aturan bukan karena paksaan dari orang lain atau guru melainkan karena kesadaran dari dirinya. Disiplin bukanlah kepatuhan lahiriah, bukanlah paksaan, bukanlah ketaatan kepada otoritas gurunya untuk menuruti aturan. Disiplin adalah suatu sikap batin bukan kepatuhan otomatis untuk melaksanakan yang baik. Seperti di atas bahwa disiplin merupakan rasa tanggung jawab siswa berdasarkan kematangan sosial untuk mentaati aturan/tata tertib. Dahulu memang dianggap disiplin dalam kelas itu baik, bila siswa diam berjam-jam lamanya di bawah pengawasan guru yang bersikap keras. Sekarang ini tidak lagi dlinginkan disiplin demikian, karena siswa pun bertanggung jawab untuk menciptakan suasana kelas yang baik. Suasana kelas yang baik, tidak tegang, ada kebebasan tetapi ada pula kerelaan mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah.





2. Pendekatan yang Digunakan


a) Pemberian Bimbingan
Guru hendaknya memberikan kesempatan bagi siswa untuk berbuat dan menumbuhkan gagasan baru/ide-ide baru secara wajar sesuai tingkat kelasnya. Dalam hubungan ini siswa perlu diberi bimbingan dan penyuluhan untuk memahami dan mengenali diri sendiri. Untuk itu diperlukan pendekatan dengan siswa dalam situasi yang wajar sehingga memungkinkan mereka mengembangkan pola-pola tingkah laku yang baik ke arah pembinaan diri sendiri.


b) Evaluasi Pada Diri Pribadi
Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi tingkah lakunya berdasarkan peraturan tata tertib yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat terwujud disiplin yang baik dalam kelas yang diidamkan. Disiplin kelas yang baik dimaksudkan untuk pengendalian dan pengarahan segala perasaan dan tindakan orang dalam suatu kelas untuk mewujudkan dan memelihara suatu suasana mengajar belajar yang efektif.



3. Teknik-Teknik Membina Disiplin Kelas

a) Teknik Keteladanan Guru
Guru hendaknya memberi contoh teladan sikap dan perilaku yang baik kepada siswanya


b) Teknik Bimbingan Guru
Guru herdaknya senantiasa memberikan bimbingan dan penyuluhan untuk meningkatkan kedisiplinan para siswanya


c) Teknik Pengawasan Bersama
Disiplin kelas yang baik mengandung pula kesadaran akan tujuan bersama, guru dan siswa menerimanya sebagai pengendali, sehingga situasi kelas menjadi tertib. Dalam mewujudkan tujuan bersama beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam pembinaan disiplin kelas sebagai berikut:
(1) Mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa.
(2) Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
(3) Membina organisasi kelas secara demokratis.
(4) Membiasakan agar siswa dapat berdiri sendiri/mandiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
(5) Membiasakan siswa untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuannya.
(6) Memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.

4. Upaya Menegakkan Disiplin

Upaya untuk menegakkan disiplin di dalam kelas dapat dilakukan dengan melalui berbagai pihak yang terkait, misalnya dari pihak guru siswa dan orang tua. Yang jelas bahwa semua pihak tersebut harus ada kerjasama yang baik dan harmonis serta ikut bertanggung jawab untuk menciptakan disiplin bagi para siswa. Upaya yang dapat dilakukan oleh mas1ng-masing fihak adalah sebagai berikut.

1. Pihak Guru

Disiplin banyak bergantung kepada pribadi guru. Ada guru yang mempunyai kewibawaan sehingga disegani oleh siswanya. la tidak akan mengalami kesulitan dalam menciptakan suasana disiplin di dalam kelasnya tanpa menggunakan tindakan atau hukuman yang ketal.

Ada pula guru yang tampaknya tidak mempunyai kepribadian, ia tidak berwibawa sehingga tidak disegani siswanya sekalipun ia menggunakan hukuman dan tindakan yang keras. Akhirnya hukuman dan tindakannya tidak dihiraukan siswanya. Sehinggga dengan demikian peranan guru amat menentukan dalam menegakkan disiplin di dalam kelas. Karena guru merupakan panutan atau suri tauladan bagi para siswanya. Tanpa adanya keteladanan dari guru, maka jangan diharapkan terwujud adanya kedisiplinan di kalangan siswanya. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru antara lain:

a. Guru hendaknya jangan ingin berkuasa dan otoriter, memaksa siswa patuh terhadap segala sesuatu yang diperintahkan. Karena sikap guru yang otoriter suasana kelas menjadi tegang dan sering diliputi olen rasa takut.

b. Guru harus percaya diri, bahwa dirinya mampu menegakkan disiplin bagi dirinya dan siswanya. Jangan tunjukan kelemahan dan kekurangannya kepada siswa. Apabila pada siswa perlu perlindungan dan rasa aman dari gurunya.

c. Guru jangan menaruh dendam terhadap siswa, siswa jangan sampai merasakan bahwa dia dibenci oleh gurunya sampai merasakan bahwa dia dibenci oleh gurunya karena pernah melakukan kesalahan.

d. Guru jangan memberikan janji-janji yang tak mungkin dapat ditepati demikian pula jangan memaksa siswa berjanji untuk memperbaiki perilakunya. Karena mengubah perilaku tidak mudah memerlukan waktu dan bimbingan.

e. Guru hendaknya pandai bergaul dengan siswanya, akan tetapi jangan sampai terlampau bersahabat erat, sehingga hilang rasa hormat siswa terhadapnya, akibatnya siswa menganggapnya sebagai teman, maka hilanglah kewibawaannya.

f. Guru hendaknya jangan mengancam siswa, bila siswa melanggar disiplin, karena ancaman hanya akan memaksa siswa berbuat baik karena rasa takut bukan berdasarkan kesadaran. Yang penting di sini adalah menumbuhkan kesadaran pada diri siswa agar ia mau mentaati aturan bukan karena rasa takut.

2. Pihak Siswa

Peranan siswa dalam menciptakan suasana disiplin dalam kelas tak kalah pentingnya, karena faktor utama adalah siswa sendiri dan siswa merupakan subyek dalam pembelajaran. Oleh karena itu siswa harus mempunyai rasa tanggung jawab untuk turut serta mewujudkan disiplin di kelasnya.

Kesadaran siswa dalam mentaati aturan/tata tertib sangat diperlukan sekolah, sebab tanpa adanya kesadaran dari siswa itu sendiri, upaya apapun yang dilakukan tak akan menghasilkan apa-apa.

Untuk itu ada beberapa ha yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mewujudkan disiplin dalam kelas, antara lain:

a. Siswa hendaknya memiliki rasa tanggung jawab sosial untuk turut serta menciptakan suasana disiplin di dalam kelas.

b. Siswa hendaknya memiliki kesadaran untuk mentaati aturan/tata tertib sekolah, bukan karena rasa takut atau karena merasa terpaksa.

c. Siswa jangan. merasa diawasi oleh guru dalam melaksanakan disiplin, sebab apabila demikian maka apabila guru tidak mengawasinya, ia akan berbuat seenaknya.

d. Siswa hendaknya bertindak sebagai pengawas/pengontrol dirinya sendiri, tanpa harus diawasi oleh orang lain.

e. Apabila suatu saat melakukan pelanggaran, maka siswa harus benjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengulanginya.


3. Pihak Orang Tua

Peranan orang tua dalam mewujudkan disiplin khususnya bagi putra/putrinya setidaknya turut membantu, oleh karena orang tualah yang sebenamya banyak waktu untuk mengawasi putra-putrinya ketika ia berada di rumah.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam rangka turut menegakkan disiplin, antara lain:

a. Orang tua hendaknya mengetahui tentang tata tertib sekolah yang harus dilaksanakan putra-putrinya ketika ia berada di sekolah.

b. Orang tua hendaknya ikut bertanggung jawab terhadap putra-putrinya dengan cara turut serta mengawasinya.

c. Orang tua hendaknya menegur putra-putrinya apabila ia melanggar terhadap tata tertib/aturan sekolah.

5.Membina Self-discipline

Tujuan pendidikan adalah membimbing anak ke arah kedewasaan, yaitu kematangan sosial, emosianal, intelektual dan moril, sehingga dapat berdiri sendiri. Kedewasaan berarti bertanggung jawab atas perbuatan sendiri dan tanggung jawab hanya tercapai bila sejak kecil anak diberi kebebasan sesuai dangan usia, perkembangan dan kesanggupannya.

Dalam pembentukan pribadi yang dewasa ini, bentuk disiplin yang dijalankan terhadapnya, memegang peranan penting, anak yang terlampau diatur hidupnya dengan disiplin yang ketal, cenderung untuk tidak sanggup menggunakan kebebasannya, bila ia kelak pemperolehnya. Itu sebabnya, maka sejauh mungkin anak itu dididik ke arah self discipline. Self-discipline bukan berarti memberikan kebebasan penuh. Self discipline berarti, keinsyafan dan kerelaan sendiri mematuhi peraturan dan norma-norma yang diakuinya. Hal itu baik dan perlu, sekalipun tidak ada orang lain yang mengawasinya.

Jenis disiplin yang diberikan kepada anak banyak bergantung kepada pribadi si pendidik. Pendidik yang otokratis, yang menjaga ketertiban dengan tangan besi, tidak memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengatur diri sendiri. Guru serupa ini akan menindak setiap pelanggaran dengan hukuman dan ancaman, sehingga menimbulkan rasa takut. Self discipline hanya terdapat di dalam kelas di mana gurunya dikatakan demokratis. Kelas yang demokratis juga tertib sesuai dengan kegiatan yang dilkakukan oleh anak-anak. Ketertiban tercapai bukan dengan kekerasan atau paksaan dari pihak guru, melainkan karena anak-anak patuh akan peraturan. Ketertiban itu akan tetap mereka pelihara sekalipun tidak ada guru di dalam kelas yang mengawasi mereka.

Apabila anak-anak itu telah sanggup disiplin diri sendiri, maka dengan demikian mereka telah melangkah menuju kearah kedewasaan.

Gangguan terhadap disiplin dapat disebabkan oleh guru, yakni pribadi guru dan kekurangannya
















F.INDIKATOR PENGELOLAAN KELAS YANG BERHASIL
indikator-indikator Keberhasilan dalam pengelolaan kelas yaitu :
1. Guru mengerti perbedaan antara mengelola kelas dan mendisiplinkan kelas
2. Sebagai guru jika anda pulang ke rumah tidak dalam keadaan yang sangat lelah.
3. Guru mengetahui perbedaan antara prosedur kelas (apa yang guru inginkan terjadi contohnya cara masuk kedalam kelas, mendiamkan siswa, bekerja secara bersamaan dan lain-lain ) dan rutinitas kelas (apa yang siswa lakukan secara otomatis misalnya tata cara masuk kelas, pergi ke toilet dan lain-lain). Ingat prosedur kelas bukan peraturan kelas.
4. Guru melakukan pengelolaan kelas dengan mengorganisir prosedur-prosedur, sebab prosedur mengajarkan siswa akan pentingnya tanggung jawab.
5. Guru tidak mendisiplinkan siswa dengan ancaman-ancaman, dan konsekuensi.(stiker, penghilangan hak siswa dan lain-lain)
6. Guru mengerti bahwa perilaku siswa di kelas disebabkan oleh sesuatu, sedangkan disiplin bisa dipelajari

DAFTAR PUSTAKA
http://dukungendut.blogspot.com
http://andra-kirana.blogspot.com
http://gurukreatif.wordpress.com
http://www.tkplb.org/documents/etraining%20-%20KTI/pengelolaankelas.pdf
http://sekolah-dasar.blogspot.com/